Kamis 24 Jul 2025 09:48 WIB

IESR Ungkap Warga Kota Lebih Banyak Hasilkan Emisi Karbon Dibandingkan Desa

Wilayah perkotaan menghasilkan emisi individu lebih tinggi.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024).

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) mengkaji total emisi gas rumah kaca (GRK) individu atau jejak karbon di wilayah perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan di Pulau Jawa. Dari kajian ini, tercatat bahwa wilayah perkotaan menghasilkan emisi individu lebih tinggi dibandingkan area lainnya.

Rata-rata total emisi individu di perkotaan mencapai 3,4 ton setara karbon dioksida per tahun. Menurut IESR, untuk menyerap karbon sebanyak itu, dibutuhkan sekitar 25 pohon yang dipelihara selama 20 tahun. Manajer Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, mengungkapkan pihaknya mengembangkan platform Jejakkarbonku.id untuk menghitung jejak karbon individu. Tingginya emisi individu di wilayah perkotaan, jelas dia, berasal dari sektor transportasi, makanan, dan rumah tangga.

Baca Juga

"Informasi ini penting untuk membantu pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya merancang strategi yang tepat, seperti penerapan kebijakan terpadu di sektor transportasi,” kata Deon dalam peluncuran kajian Pola Jejak Karbon Individu Berdasarkan Profil Demografis di Kawasan Perkotaan, Semi Perkotaan, dan Perdesaan di Pulau Jawa, di Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Kajian IESR dilakukan di sembilan wilayah yang mewakili karakteristik perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan. Wilayah tersebut antara lain Kota Jakarta Selatan, Bandung, dan Yogyakarta (perkotaan); Kota Bogor, Cirebon, dan Serang (semi perkotaan); serta Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, dan Cianjur (perdesaan). Total jumlah penduduk di sembilan wilayah ini adalah 11,7 juta jiwa, dengan jumlah responden sebanyak 483 orang.

Hasil kajian menunjukkan bahwa emisi individu di wilayah perkotaan mencapai 3,39 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah semi perkotaan sebesar 2,81 ton dan perdesaan 2,33 ton setara karbon dioksida per kapita per tahun. Koordinator Clean Energy Hub IESR, Irwan Sarifudin, memaparkan bahwa secara umum, tiga sektor utama yang paling berkontribusi terhadap emisi individu di Pulau Jawa adalah transportasi (43,34 persen), makanan (34,91 persen), dan rumah tangga (21,08 persen).

Tingginya emisi dari sektor transportasi mencerminkan dominasi penggunaan kendaraan pribadi, keterbatasan transportasi publik yang efisien, serta meningkatnya mobilitas di wilayah perkotaan. Konsumsi makanan olahan dan produk hewani menyumbang emisi tinggi karena proses produksi dan distribusinya. Di sisi lain, emisi dari sektor rumah tangga berasal dari penggunaan listrik dan bahan bakar seperti gas alam cair (liquefied petroleum gas/LPG) untuk kebutuhan domestik.

Secara umum, kelompok dengan tingkat pendapatan dan konsumsi lebih tinggi berkontribusi lebih besar terhadap emisi GRK. Hal ini akibat pola konsumsi yang intensif, penggunaan kendaraan pribadi, dan konsumsi energi yang berlebih.

"Namun, dampak dari emisi tersebut justru lebih dirasakan oleh masyarakat dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial, serta lebih rentan terhadap risiko perubahan iklim,” ujar Irwan.

IESR merekomendasikan dua strategi untuk menurunkan emisi karbon di wilayah perkotaan, semi perkotaan, dan perdesaan. Pertama, fokus pada pengurangan emisi di sektor transportasi. Di wilayah perkotaan, pemerintah dapat mengembangkan infrastruktur transportasi ramah lingkungan melalui integrasi moda transportasi, perluasan jalur sepeda, dan penambahan stasiun pengisian kendaraan listrik umum. Di wilayah semi perkotaan, pemerintah perlu memperluas akses transportasi publik yang menghubungkan pusat kota dengan kawasan penyangga serta membangun fasilitas parkir terintegrasi. Di perdesaan, pemerintah dapat memberikan insentif untuk motor listrik, disertai pembangunan fasilitas pengisian daya serta peningkatan akses transportasi umum guna mendukung mobilitas berkelanjutan.

Kedua, pemerintah dapat memberikan insentif atau subsidi bagi rumah tangga yang beralih ke perangkat elektronik efisien seperti lampu LED dan inverter. Dukungan lain dapat berupa pemasangan panel surya melalui skema pembiayaan yang fleksibel. Di sektor makanan, kampanye edukasi dan kolaborasi dengan produsen perlu dilakukan untuk mendorong konsumsi makanan rendah emisi serta memastikan ketersediaan dan keterjangkauannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement