Senin 13 Jan 2025 15:25 WIB

YKAN Latih Masyarakat Pesisir Kelola Kawasan Mangrove

Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia kehilangan 52 ribu hektare kawasan mangrove.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Seorang anak duduk di dermaga Hutan Mangrove Lantebung, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (11/7/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Hasrul Said
Seorang anak duduk di dermaga Hutan Mangrove Lantebung, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (11/7/2024).

ESGNOW.ID,  BERAU -- Organisasi lingkungan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Pemerintah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menggelar pelatihan pengelolaan dan penguatan sistem basis data kawasan mangrove. YKAN mengatakan kegiatan ini digelar untuk memperkuat pengelolaan kawasan mangrove di Kabupaten Berau secara kolaboratif dan berkelanjutan.

Indonesia memiliki kawasan mangrove sekitar 3,1 juta hektare atau 22,6 persen dari luas mangrove di dunia. Salah satu kabupaten dengan kawasan mangrove terluas berada di Kabupaten Berau, yaitu sekitar 80 ribu hektare. Namun, kawasan ini terus menghadapi tekanan akibat pembukaan tambak, pembalakan ilegal, pariwisata tidak berkelanjutan, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.

Baca Juga

Guna mengatasi situasi tersebut, diperlukan keterlibatan para pihak dalam menjaga dan melindungi kawasan mangrove di Kabupaten Berau agar tetap bertahan pada kondisi yang baik. “Kawasan mangrove di Kabupaten Berau adalah aset penting, baik secara ekologis maupun ekonomis. Melalui kegiatan ini, kami ingin memastikan pengelolaan mangrove dilakukan dengan pendekatan berkelanjutan yang tidak hanya melindungi ekosistem, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Berau, Muhammad Said seperti dikutip dari siaran pers YKAN, Senin (13/1/2025).

Dalam kegiatan yang digelar pada Rabu (8/1/2025) sampai Jumat (10/1/2025), para pihak, terutama masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari ekosistem pesisir, menyusun perencanaan aksi terpadu terhadap pengelolaan kawasan mangrove yang mutakhir dan mengikuti tren perkembangan. YKAN mengatakan langkah ini sejalan dengan metode Restorasi Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat atau Community Based Ecological Mangrove Rehabilitation (CBEMR).

Metode CBEMR memungkinkan masyarakat lokal memimpin restorasi mangrove dengan pendekatan sistematis dan standar yang terukur. YKAN mengatakan melibatkan masyarakat menjadi sangat penting, karena mereka lebih memahami situasi di daerah tersebut.

Masyarakat dapat menganalisis fenomena atau permasalahan yang terjadi di kawasan mangrove di sekitar tempat tinggal mereka sekaligus mengasah keterampilan mereka untuk melakukan pemantauan dan pendataan mangrove menggunakan beberapa perangkat hingga praktik pendugaan biomassa dan karbon hutan mangrove.

“Melalui pelatihan ini, kami lebih memahami bagaimana mangrove dapat menjadi aset penting untuk masa depan, baik untuk lingkungan maupun perekonomian masyarakat. Ini memberikan harapan baru bagi masyarakat pesisir. Kami berharap, sinergi antara masyarakat dan pemerintah dapat terus terjaga,” kata Ketua Tabalar Mangrove Lestari (TML) Kampung Tabalar Muara, Harjo.

Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia kehilangan 52 ribu hektare kawasan mangrove atau 1-2 persen setiap tahunnya. Menurut data dari Center for International Forestry Research (CIFOR), deforestasi dan perubahan tata guna lahan, termasuk kerusakan mangrove, berkontribusi antara 8–20 persen total emisi karbon dioksida global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Di Indonesia, dalam luasan yang sama, hutan mangrove menyimpan lima kali lebih banyak karbon dibandingkan hutan daratan, dan mencakup sepertiga dari seluruh karbon yang tersimpan dalam ekosistem mangrove global. "Ekosistem mangrove yang merupakan bagian dari sektor kehutanan dan perubahan lahan, berpotensi memberikan kontribusi sebesar 8 persen dari target penurunan emisi nasional tahun 2030," kata Direktur Program Kelautan YKAN, Muhammad Ilman.

Ia menegaskan kontribusi ini dapat dicapai melalui pencegahan degradasi dan deforestasi hutan mangrove, serta intervensi ekosistem mangrove yang rusak. Maka dari itu, tambahnya perlindungan dan pengawasan kawasan mangrove membutuhkan fokus dan komitmen yang kuat dari para pihak.

Selain memulihkan fungsi ekologi, keberadaan kawasan mangrove juga harus mampu menjawab isu ekonomi, sebab kesejahteraan adalah isu utama yang paling mendasar dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat pesisir.

 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement