Rabu 04 Jun 2025 15:52 WIB

Emisi Kendaraan Capai 57 Persen, KLH Soroti Kualitas Bahan Bakar

Pencemaran semakin buruk saat musim kemarau.

Red: Satria K Yudha
Suasana Monas yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Suasana Monas yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan bahwa emisi kendaraan bermotor merupakan sumber pencemaran udara terbesar di Indonesia, terutama di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek. Polusi dari sektor transportasi ini bahkan menyumbang hingga 57 persen pencemaran udara saat musim kemarau.

Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLH, Edward Nixon Pakpahan, menyampaikan bahwa tingginya emisi tersebut dipicu oleh dominasi kendaraan pribadi dan buruknya kualitas bahan bakar yang masih mengandung kadar sulfur tinggi.

“Kami sampaikan informasinya bahwa untuk jenis bahan bakar bensin, di Indonesia itu kisaran sulfurnya antara 350 sampai 550 ppm, kemudian yang solar itu di kisaran hingga 1.200 ppm,” kata Nixon, Rabu (4/6/2025).

Berdasarkan kajian saintifik, lima kontributor utama pencemaran udara di Indonesia adalah transportasi, industri berbahan bakar batu bara, pembakaran terbuka, debu konstruksi, dan aerosol sekunder. Dari semua sektor tersebut, transportasi menyumbang emisi terbesar: 32–41 persen saat musim hujan dan melonjak hingga 42–57 persen saat musim kemarau.

Untuk menekan emisi dari sektor ini, KLH mendorong penggunaan transportasi umum, terutama yang menggunakan bahan bakar rendah sulfur dan tenaga listrik. Nixon menyebutkan, kombinasi penggunaan kendaraan umum dan peningkatan mutu bahan bakar dapat menurunkan polusi udara hingga lima persen.

“Dengan penggunaan transportasi umum, jumlah kendaraan pribadi artinya berkurang. Apabila kualitas bahan bakar kita juga bagus, sulfur sudah rendah, maka paling tidak itu dari penggunaan kendaraan umum, termasuk kendaraan umum yang elektrifikasi listrik, maka itu bisa sampai 5 persen, itu kalau hitung-hitungan dari kajian,” ujarnya.

Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk turut memperluas penggunaan bahan bakar rendah emisi di luar Jabodetabek guna menekan pencemaran secara nasional.

Menanggapi kondisi kualitas udara yang semakin memburuk, KLH mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengikuti pedoman dari Peraturan Menteri LHK Nomor 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Masyarakat diminta mengurangi aktivitas di luar ruang jika ISPU >100, dan tetap berada di dalam ruangan jika ISPU >200.

“Apabila masyarakat terpaksa harus berkegiatan di luar ruangan, disarankan selalu menggunakan masker (N95/KN95); kelompok usia anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita gangguan pernapasan diimbau untuk tidak beraktivitas di luar ruangan,” lanjut Nixon.

Pemerintah daerah, sekolah, dan kantor juga diimbau menyediakan ruang publik yang aman dari polusi serta menyiapkan distribusi masker bersubsidi sebagai bagian dari langkah penanganan darurat pencemaran udara.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement