ESGNOW.ID, NGADA -- Perempuan-perempuan Desa Ubedolumolo 1 atau Ube 1, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) menanam bambu untuk menjaga ketersediaan air.
Pada akhir Februari lalu, masyarakat Desa Ube 1 menanam sekitar 10.444 bibit bambu atau setara dengan 52 hektare lahan.
Desa Ube 1 salah satu Lokasi program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) bekerja sama dengan Yayasan KEHATI didukung oleh PT. CIMB Niaga.
"Saya tidak pikir uang dari tanam Bambu. Tapi saya mau tabung air buat anak cucu," kata Mama Maria, 63 tahun, anggota kelompok Tara Wali, seperti dikutip dari siaran pers Yayasan KEHATI, Kamis (6/3/2025).
Ketua Kelompok Tara Wali Hendrikus Wika mengatakan kelompoknya ingin melakukan budi daya bambu agar lahan yang ada saat ini kembali menjadi hutan bambu.
Dalam pernyataannya, Yayasan KEHATI mengatakan banyak mata air muncul di sekitar rumpun bambu. Air juga semakin melimpah di sekitar mata air yang ditanami bambu.
"Dulu ada mata air di sini yang kering karena banyak bambu di sekitarnya banyak di tebang. Tapi, setelah ditanami bambu, mata air muncul lagi," kata salah satu anggota kelompok tanam bambu Hendrika Moa.
Akar bambu dapat mengikat air. Dengan menanami bambu di sekitarnya, maka mata air yang kering akan muncul kembali.
Selain Ube 1, bambu juga ditanam di empat desa lainnya yaitu Desa Tiworiwu, Desa Turekisa, Desa Ubedolumolo II dan Desa Mukuvoka.
"Total penanaman tahun 2024-2025 sebanyak 20.000 bibit yang terdiri atas tiga jenis bambu, yaitu bambu betung, bambu ampel dan bambu ater," kata Program Manager Yayasan KEHATI Puji Sumedi.
Pada tahun sebelumnya, kegiatan serupa juga dilakukan. Sebanyak 10.000 bibit bambu di tanami di beberapa Desa di Ngada. Kedepan, penanaman serupa akan terus di lakukan di Kabupaten Ngada. "Anak cucu harus menikmati mata air, bukan air mata," kata Hendrikus Wika, Ketua Kelompok Tara Wali.
Yayasan KEHATI mencatat kehidupan masyarakat Ngada, lekat dengan bambu. Bagi mereka, bambu tidak hanya tanaman, tapi juga erat kaitannya dengan adat.
Rumah khas Ngada yang disebut Sa’o dan kampung tradisional mereka dikelilingi rumpun bambu. Begitu juga dengan arsitektur dan perabot rumah tradisional yang didominasi bambu.
Bambu menjadi syarat bagi laki-laki Ngada meminang calon istri. Dalam masyarakat Ngada, saat laki-laki Bajawa meminang perempuan Ngada, pihak perempuan akan memberikan dengan tiga pertanyaan, yaitu dimana rumah adat, dimana tanah dan dimana rumpun bambu.
"Tiga unsur wajib orang Ngada yaitu Sa'o Meze: Rumah Adat, Ngia Ngora: tanah, Rapu Bheto: rumpun bambu," kata Koordinator Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari Yoakim Philipus.
Dengan sistem matrilineal, perempuan memiliki posisi penting dalam kehidupan sosial. Perempuan menjadi pewaris, pemilik seluruh kekayaan keluarga, termasuk hutan bambu milik keluarga. Sementara, lelaki hanya bertugas sebagai penjaga.