ESGNOW.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan melaporkan bahwa luas es laut global mencapai tingkat terendah sepanjang sejarah pada Februari 2025, dengan kombinasi area es di Arktik dan Antartika menyusut lebih dari rekor sebelumnya. Menurut data dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) Uni Eropa, penurunan drastis ini dipicu oleh perubahan iklim yang semakin parah akibat emisi gas rumah kaca.
Kondisi ini memicu kekhawatiran global karena berpotensi mempercepat pemanasan bumi, mengganggu ekosistem laut, dan meningkatkan risiko cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia.
Seperti dikutip dari The Guardian, Senin (10/3/2025, para ilmuwan melaporkan bahwa es laut global mencapai rekor terendah pada Februari, mencerminkan dampak polusi atmosfer yang mempercepat pemanasan planet. Menurut Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) Uni Eropa pada Kamis, luas es gabungan di sekitar Kutub Utara dan Selatan menyusut ke titik minimum harian baru pada awal Februari dan tetap berada di bawah rekor sebelumnya sepanjang bulan.
"Ini merupakan salah satu konsekuensi dari dunia yang lebih hangat adalah mencairnya es laut," kata Wakil Direktur C3S, Samantha Burgess.
Lembaga tersebut melaporkan bahwa luas es laut di Kutub Utara mencapai level terendah untuk bulan Februari, yaitu 8 persen di bawah rata-rata. Sementara di Antartika, mencapai level terendah keempat dalam sejarah untuk bulan yang sama, yakni 26 persen di bawah rata-rata. Pengamatan satelit terhadap es laut telah dilakukan sejak akhir 1970-an, dengan catatan historis yang dimulai sejak pertengahan abad ke-20.
Para ilmuwan juga mendeteksi anomali panas ekstrem di Kutub Utara pada awal Februari, yang menyebabkan suhu meningkat lebih dari 20 derajat Celsius di atas rata-rata hingga melampaui ambang batas pencairan es. Rekor terbaru ini sangat mengkhawatirkan, mengingat es berperan penting dalam memantulkan sinar matahari dan menjaga keseimbangan suhu global.
“Kurangnya es laut berarti permukaan laut menjadi lebih gelap dan kemampuan Bumi untuk menyerap lebih banyak sinar matahari, yang mempercepat pemanasan,” kata Mika Rantanen, seorang ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Finlandia.
Peristiwa pemanasan musim dingin yang kuat di Kutub Utara pada awal Februari telah mencegah es laut tumbuh secara normal. “Saya yakin bahwa peristiwa meteorologi ini, dikombinasikan dengan penurunan es laut jangka panjang akibat perubahan iklim antropogenik, adalah penyebab utama dari luas es laut Kutub Utara terendah yang pernah tercatat.”
Luas es laut global berfluktuasi sepanjang tahun, tetapi umumnya mencapai titik terendah pada Februari, saat belahan bumi selatan mengalami musim panas.
Menurut C3S, Februari 2025 tercatat sebagai Februari terpanas ketiga dalam sejarah. Suhu global tercatat 1,59 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan dengan era pra industri, menjadikannya bulan ke-19 dalam dua dekade terakhir yang suhunya melampaui ambang 1,5°C di atas tingkat pra industri.
Sementara itu, Richard Allan, ilmuwan iklim dari Universitas Reading, memperingatkan bahwa prospek jangka panjang bagi es laut Arktik tampak suram. “Wilayah ini terus memanas dengan cepat, dan hanya dapat diselamatkan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca yang cepat dan besar-besaran,” katanya.