ESGNOW.ID, PRINCETON -- Analisis terbaru Climate Central menemukan dari Desember 2024 hingga Februari 2025, dampak perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia terlihat di hampir semua wilayah dunia. Climate Central mengkaji bagaimana perubahan iklim mempengaruhi suhu di seluruh dunia selama tiga bulan terakhir.
Dalam laporannya, Climate Central menemukan setiap hari sekitar satu dari lima orang di seluruh dunia atau 1,8 miliar orang mengalami suhu yang sangat dipengaruhi perubahan iklim. Rata-rata orang di setengah negara-negara yang dianalisis dan 287 kota di seluruh dunia mengalami suhu yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim selama setidaknya sepertiga dari periode tiga bulan itu
Lembaga-lembaga pemantau iklim di seluruh dunia menetapkan 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius rata-rata masa pra-industri.
"Kami menemukan perubahan iklim menaikan suhu hampir di seluruh wilayah planet ini,” kata Wakil Ketua Bidang Sains Climate Central Kristina Dahl seperti dikutip dari The Time.
Data Pusat Informasi Lingkungan Badan Oseanik dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) menunjukkan Januari lalu merupakan bulan terhangat dalam catatan iklim global selama 176 tahun. Data dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus Eropa juga menunjukkan suhu di Eropa, Kanada, Amerika Selatan, Afrika, serta sebagian besar Australia dan Antartika berada di atas rata-rata.
Dalam periode tiga bulan yang sama, sekitar 394 juta orang mengalami 30 hari atau lebih "hari panas berisiko." Hari-hari ini didefinisikan sebagai hari di mana suhu lokal lebih tinggi dari 90 persen suhu harian yang diamati antara 1991-2020.
Dahl menjelaskan hari panas berisiko terkait dengan suhu yang menimbulkan risiko kesehatan tambahan bagi manusia. "Di atas suhu tersebut, Anda mulai melihat peningkatan kematian terkait panas," katanya.
Pada bulan Februari, beberapa wilayah Kenya, Uganda, Sudan Selatan, dan Republik Persatuan Tanzania mengalami lonjakan suhu selama gelombang panas. Rumah sakit di Uganda melaporkan peningkatan kasus penyakit terkait panas, termasuk dehidrasi dan serangan panas.
Penelitian menunjukkan jumlah hari panas berisiko jauh lebih umum terjadi di negara-negara berkembang yang dikenal Global South. Sekitar 74 persen orang yang mengalami 30 hari atau lebih hari panas sangat berisiko tinggal di Afrika, sementara mereka yang tinggal di Brasil, Indonesia, dan Papua Nugini juga mengalami 30 hari atau lebih hari panas berisiko.
“Ini benar-benar memperkuat sesuatu yang kami lihat secara konsisten dengan perubahan iklim, yaitu bahwa orang-orang yang paling sedikit berkontribusi pada masalah ini sering kali terkena dampak secara tidak proporsional,” kata Dahl.