ESGNOW.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Iklim Inggris Kerry McCarthy menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk menghadapi krisis iklim secara berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam pertemuan bilateral yang digelar di Jakarta, Jumat (18/4/2025), Indonesia dan Inggris menegaskan kembali komitmen dalam menjaga target suhu bumi tidak melebihi 1,5 derajat Celsius sesuai Paris Agreement dan Nationally Determined Contributions (NDC).
“Kami percaya, kerja sama internasional yang kuat adalah kunci untuk memastikan transisi energi yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang,” kata Hanif.
Indonesia menargetkan puncak emisi pada 2030 dan netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, dengan sektor kehutanan dan energi sebagai pilar utamanya. Hasil pertemuan juga menyepakati adanya pembahasan High Integrity Carbon Market Opportunity yang akan dilaksanakan pada Mei 2025.
Dalam pertemuan ini, Indonesia menyoroti pentingnya penguatan pasar karbon nasional melalui Sertifikat Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI), serta pengembangan sistem registri nasional yang kredibel dan transparan. Inggris melalui program UK PACT menyatakan dukungan dalam bentuk pendanaan sebesar 2,8 juta poundsterling selama tiga tahun ke depan guna mempercepat pengembangan peta jalan perdagangan karbon Indonesia lintas sektor.
Selain isu iklim, pengelolaan sampah plastik juga menjadi agenda penting. Indonesia menghadapi peningkatan volume sampah plastik di sungai, pantai, dan laut, khususnya di daerah wisata seperti Bali.
Inggris mendukung pembaruan Rencana Aksi Nasional Polusi Plastik Indonesia melalui kemitraan dengan World Bank, serta penguatan platform Indonesia National Plastic Action Partnership (NPAP) dalam menangani permasalahan ini secara menyeluruh.
Isu keanekaragaman hayati turut menjadi perhatian. Indonesia terus memperkuat pelaksanaan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) dan mendorong integrasi valuasi jasa lingkungan yang mempertimbangkan nilai ekonomi karbon dan konservasi keanekaragaman hayati. Pemerintah Inggris membuka peluang kerja sama dalam pendanaan biodiversitas, penguatan sistem monitoring hutan dan lahan gambut, serta pengelolaan lanskap berkelanjutan dari hulu ke hilir.
Menutup pertemuan, kedua Menteri menyatakan optimismenya terhadap masa depan kerja sama ini. “Perlindungan lingkungan bukan hanya soal carbon offset, tetapi juga tentang menjaga keindahan dan kekayaan alam Indonesia untuk generasi mendatang,” kata Kerry.