Rabu 23 Apr 2025 14:01 WIB

Pengelolaan Sampah Jadi Energi Butuh Kolaborasi Lintas Sektor

Proses pemilahan sangat penting untuk dilakukan.

Rep: Linta Satria/ Red: Satria K Yudha
Pekerja beraktivitas di sekitar instalasi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/5/2021).
Foto: MOCH ASIM/ANTARA
Pekerja beraktivitas di sekitar instalasi Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/5/2021).

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan teknologi pengelolaan sampah menjadi energi (waste-to-energy/WtE). Pernyataan ini disampaikan sebelum ia memimpin diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD) tentang implementasi WtE sebagai solusi kedaruratan sampah nasional.

Diskusi ini diikuti oleh perwakilan Kementerian Koordinator Infrastruktur, Bank Dunia, dan International Finance Corporation (IFC). AHY menyampaikan bahwa pemerintah terus menyusun rekomendasi kebijakan yang relevan dan bisa diterapkan secara nasional.

Baca Juga

“Setiap daerah punya karakteristik dan tantangan yang berbeda dalam menangani sampah. Karena itu, kebijakan nasional harus fleksibel dan mampu mengakomodasi aspirasi daerah,” ujar AHY, Rabu (23/4/2025).

Terkait pendanaan, AHY menyebut pemerintah tengah menghitung kebutuhan anggaran secara terperinci, mencakup seluruh rantai pengelolaan sampah dari hulu ke hilir, mulai dari tempat pembuangan sementara, pemilahan, hingga pengolahan di tempat pembuangan akhir.

Ia menekankan pentingnya proses pemilahan sampah sebelum diolah agar volume limbah sisa dapat ditekan seminimal mungkin. “Dengan pemilahan yang baik, hasil akhir bisa dimanfaatkan kembali, dan teknologi WtE akan lebih efisien,” ujarnya.

Menurut AHY, Jakarta menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah per hari, sementara kota lain ada yang memproduksi 1.500–2.000 ton atau lebih sedikit. Kondisi ini membutuhkan pendekatan berbeda dalam penerapan teknologi WtE.

WtE sendiri merupakan proses mengubah sampah yang tidak dapat didaur ulang menjadi energi, umumnya dalam bentuk panas atau listrik. Metode paling umum adalah pembakaran menggunakan insinerator. Alternatif lain seperti gasifikasi atau pencernaan anaerobik masih jarang digunakan di Indonesia, meski memiliki potensi sebagai sumber energi terbarukan.

AHY menambahkan bahwa teknologi ini perlu diterapkan secara tepat dan terintegrasi demi mendukung keberlanjutan lingkungan. “Pemerintah akan memastikan semua opsi dihitung secara matang agar kebijakan yang diambil benar-benar tepat guna,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement