ESGNOW.ID, BANDUNG — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang merumuskan strategi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor industri sebagai bagian dari upaya mencapai target net zero emission pada tahun 2050. Upaya ini mencakup penyusunan regulasi teknis, revisi kebijakan nasional, hingga penyusunan roadmap sektoral bersama pelaku industri.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyampaikan hal tersebut dalam Forum Industri Hijau Nasional Tingkat Provinsi 2025 yang digelar di Bandung, Rabu (30/4). Forum ini merupakan bagian dari rangkaian Annual Indonesia Green Industry Summit(AIGIS) 2025 yang bertujuan memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan dalam pengendalian emisi industri.
“Kegiatan ini jadi titik temu penting untuk menyatukan langkah pusat, daerah, dan dunia usaha dalam mengurangi emisi industri. Ini juga menjadi bagian dari rencana besar Kemenperin melalui inisiatif seperti Gisco, yang akan memfasilitasi percepatan transformasi menuju industri hijau,” ujar Faisol.
Faisol menegaskan, saat ini pemerintah sedang merevisi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai dasar hukum bagi mekanisme pengendalian emisi di sektor industri. Selain itu, Kemenperin juga menyiapkan kebijakan teknis yang akan berlaku di tingkat fasilitas produksi.
“Kebijakan ini akan mencakup batas atas emisi GRK, pengendalian polusi udara, skema perdagangan karbon wajib (emission trading system), hingga penetapan harga karbon yang bersifat mandatori,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi Kebijakan dan Jasa Industri Kemenperin, Andi Rizaldi, mengungkapkan bahwa kementeriannya telah menjalin kerja sama dengan sembilan asosiasi industri untuk menyusun roadmap penurunan emisi di masing-masing sektor.
“Setiap sektor punya karakteristik emisi yang berbeda, misalnya baja, keramik, dan semen tidak bisa disamakan. Karena itu, kami menggandeng asosiasi untuk menetapkan batas emisi sektoral yang adil dan terukur,” jelas Andi.
Roadmap tersebut, yang disusun bersama World Resources Institute (WRI) dan Institute for Essential Services Reform (IESR), akan diluncurkan pada puncak AIGIS kedua pada 20–22 Agustus 2025. Rencana ini akan diintegrasikan ke dalam revisi Perpres 98/2021, sebagai dasar penentuan insentif atau penalti karbon di setiap sektor industri.
Jika suatu sektor melewati batas emisi, maka akan dikenai penalti. Sebaliknya, jika berada di bawah batas, bisa mendapatkan kredit karbon.
Forum tahun ini mengusung tema “Mendorong Implementasi Industri Hijau di Indonesia”, dengan fokus pada percepatan adopsi teknologi rendah karbon, efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan penguatan peran industri kecil dan menengah (IKM).
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, pelaku industri, akademisi, serta mitra pembangunan internasional seperti WRI Indonesia dan IESR.