ESGNOW.ID, JAKARTA — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menegaskan pentingnya pengelolaan sampah sebagai fondasi utama dalam menciptakan destinasi wisata yang nyaman, berkelanjutan, dan berdaya saing global.
“Pengelolaan sampah yang terorganisir akan membawa pengaruh baik bagi keberlanjutan dan citra pariwisata Indonesia secara global,” ujar Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (5/5).
Ia menyoroti penerapan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) sebagai langkah konkret dalam mendorong pariwisata yang berkualitas dan ramah lingkungan. Salah satu contoh baik datang dari Desa Wisata Hariara Pohan di Samosir, Danau Toba, Sumatra Utara, yang telah menerapkan pengelolaan sampah berbasis 3R sejak Agustus 2024.
Pemerintah Kabupaten Samosir melaporkan bahwa sepanjang 2024, daerah tersebut mencatat kedatangan lebih dari 1,2 juta wisatawan, dua kali lipat dari target awal sebesar 600 ribu kunjungan. Menanggapi hal itu, Ni Luh Puspa menekankan bahwa peningkatan jumlah wisatawan harus dibarengi dengan pengelolaan sampah yang optimal agar pertumbuhan sektor pariwisata tetap sejalan dengan pelestarian lingkungan.
“Sebagai destinasi nasional dan global, Danau Toba dapat menjadi teladan bagi desa-desa lainnya. Karena tidak hanya menjaga keberlanjutan lingkungan, namun juga bermanfaat bagi masyarakat, khususnya sektor pariwisata dan pertanian,” ujarnya.
Ketua TPS3R Desa Hariara Pohan, Muhammad Yusuf Sihotang, mengungkapkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah mulai tumbuh sejak desa mereka mengikuti ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 yang digagas Kemenparekraf.
“Pariwisata memberikan pendapatan terbanyak kepada masyarakat di desa ini. Karena ikut serta dalam ajang ADWI 2023, kami perlahan termotivasi untuk membersihkan sampah-sampah itu,” ujar Yusuf.
Ia menjelaskan bahwa TPS3R setempat menerima sampah plastik dari Desa Hariara Pohan dan desa tetangga lainnya. Sampah tersebut kemudian diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM) berupa solar, yang dapat digunakan untuk mengoperasikan mesin diesel.
Proses pengolahannya diawali dengan pemilahan sampah plastik, pencacahan menggunakan mesin, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaktor berkapasitas 20 kilogram. Proses ini memerlukan suhu 300 derajat Celsius selama 6–8 jam untuk menghasilkan solar.
“Ketika suhu turun di angka 270, itu bukan solar lagi melainkan minyak tanah,” jelas Yusuf.
Hingga kini, Desa Hariara Pohan telah berhasil mengolah hampir 7.000 kilogram sampah plastik, menghasilkan lebih dari 200 liter solar. Yusuf menambahkan bahwa solar hasil olahan ini langsung dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama kelompok tani.
Hasil produksi bervariasi tergantung jenis plastiknya. Misalnya, 20 kg plastik jenis gelas minuman dapat menghasilkan hingga 24 liter solar, sementara jenis kantong plastik hanya menghasilkan sekitar 18 liter.