Jumat 23 May 2025 09:20 WIB

Polusi Plastik Jadi Ancaman Lintas Batas, Indonesia Serukan Aksi Bersama

Pemerintah perkuat langkah konkret cegah mikroplastik dan selamatkan ekosistem.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan urgensi penanganan krisis polusi plastik yang semakin mengancam lingkungan, (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Andri Saputra
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan urgensi penanganan krisis polusi plastik yang semakin mengancam lingkungan, (ilustrasi)

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan urgensi penanganan krisis polusi plastik yang semakin mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dengan jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa, Indonesia menghasilkan sekitar 280 juta kilogram sampah plastik setiap hari, namun hanya sekitar 40 persen yang dapat ditangani secara efektif. Sisanya, sekitar 60 persen mencemari lingkungan dan laut, bahkan tersebar hingga ke wilayah Karibia.

Hanif menjelaskan, tantangan pengelolaan sampah plastik di Indonesia sangat besar akibat demografi dan pesatnya perkembangan negara. “Untuk mengambil satu plastik di laut saja, diperlukan penyelaman dan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya dalam konferensi pers peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2025, Kamis (22/5/2025).

Baca Juga

Ia menekankan bahwa masalah ini bukan hanya beban Indonesia, tetapi merupakan isu global yang memerlukan perhatian dan kerja sama internasional. Dalam upaya mengatasi krisis ini, Indonesia menjalin kolaborasi dengan negara-negara seperti Denmark dan Norwegia, yang dikenal sebagai pemimpin dalam penanganan polusi plastik.

Kedua negara tersebut menjadi mitra strategis dalam memperkuat kerja sama internasional menjelang Konferensi INC 5.2 di Jenewa pada Agustus 2025. Hanif berharap diskusi tersebut dapat menghasilkan kebijakan global yang efektif dan berkeadilan.

Ia menyatakan bahwa pemerintah telah menerapkan sejumlah langkah konkret untuk mengatasi krisis polusi plastik dan memperkuat posisi Indonesia dalam forum internasional.

Salah satu langkah tersebut adalah pelarangan impor limbah plastik sejak November 2024. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi masuknya limbah plastik yang belum terkelola dengan baik ke dalam negeri.

“Kami memandang bahwa sampah plastik yang ada di Tanah Air saja belum selesai ditangani, jadi impor limbah harus dihentikan,” tegas Hanif.

Impor limbah plastik adalah kegiatan memasukkan sampah atau sisa plastik dari luar negeri untuk didaur ulang atau diolah menjadi produk baru. Selain pelarangan impor, pemerintah juga mendorong pengembangan fasilitas pengelolaan sampah terpadu atau Material Recovery Facility (MRF), yang dikenal juga sebagai TPS 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Fasilitas ini dibangun bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah plastik di berbagai daerah.

Hanif juga menyoroti pentingnya penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) yang saat ini masih bersifat sukarela di Indonesia. Melalui Road Map No. 75 Tahun 2019, EPR diharapkan menjadi kebijakan wajib (mandatory) yang mengharuskan produsen bertanggung jawab atas limbah plastik yang mereka hasilkan.

“Di negara maju, tidak ada satu lembar plastik pun yang dikeluarkan produsen tanpa biaya penanganan yang jelas. Kita harus segera mencapai hal itu,” katanya.

Pemerintah turut mendorong penggunaan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar alternatif dalam industri semen untuk mengurangi praktik open dumping atau pembuangan sampah terbuka. Kebijakan penghentian open dumping ini diharapkan dapat menekan degradasi plastik menjadi mikroplastik yang membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem.

Hanif mengingatkan bahwa dampak polusi plastik tidak mengenal batas negara. Plastik dari Indonesia, termasuk kemasan mi instan, telah ditemukan hingga ke Karibia. Oleh karena itu, penanganan krisis polusi plastik harus menjadi tanggung jawab bersama secara global dengan prinsip common but differentiated responsibility.

Ia menegaskan, penanganan polusi plastik membutuhkan sinergi antara kebijakan nasional yang tegas, kolaborasi internasional yang erat, dan kesadaran masyarakat yang tinggi. Indonesia berkomitmen aktif dalam upaya global mengakhiri polusi plastik demi masa depan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement