Jumat 18 Jul 2025 14:43 WIB

SCG Dorong Peran Anak Muda Hadapi Krisis Iklim Lewat Beasiswa dan Aksi Komunitas

Anak muda perlu dilibatkan dalam aksi-aksi nyata yang berdampak langsung.

Red: Satria K Yudha
Presiden Direktur SCG Indonesia Pattaraphon Charttongkum.
Foto: Satria Kartika Yudha/Republika
Presiden Direktur SCG Indonesia Pattaraphon Charttongkum.

ESGNOW.ID,  JAKARTA – Krisis iklim yang semakin nyata menuntut keterlibatan generasi muda dalam aksi nyata di tingkat lokal. Melihat tantangan ini, SCG Indonesia menjalankan program “Sharing the Dream 2025” yang menggabungkan dukungan pendidikan dengan pengembangan proyek komunitas berbasis lingkungan.

Presiden Direktur SCG Indonesia, Pattaraphon Charttongkum, menilai bahwa upaya penanggulangan krisis iklim tidak dapat bergantung hanya pada kebijakan pemerintah atau sektor industri. Peran anak muda dinilai krusial karena mereka yang akan menghadapi dampak terpanjang dari krisis tersebut.

“Perubahan iklim tidak bisa diselesaikan sendiri. Anak muda perlu dilibatkan dalam aksi-aksi nyata yang berdampak langsung,” ujarnya dalam acara “Media Roundtable Sharing the Dream 2025” di Jakarta, Kamis (17/5/2025).

Program ini memberikan beasiswa tahunan senilai Rp2 juta untuk pelajar SMA dan Rp8 juta untuk mahasiswa, serta wdana proyek komunitas hingga Rp15 juta.

Selain bantuan finansial, peserta juga mengikuti pelatihan keterampilan seperti komunikasi publik dan bahasa Inggris, yang dirancang untuk mendukung kapasitas kepemimpinan mereka.

Brand & Communication Manager SCG Indonesia, Amanda Dwi Ayu Utari, menjelaskan, kegiatan ini diarahkan untuk memperkuat keterlibatan anak muda dalam isu keberlanjutan. Ia menekankan pentingnya pemberdayaan yang terstruktur agar aksi lingkungan tidak berhenti pada kesadaran saja.

“Indonesia punya visi besar menuju Indonesia Emas 2045. Tapi tantangannya tidak kecil, salah satunya krisis iklim. Kalau anak mudanya belum siap, bagaimana mungkin kita bisa sampai ke sana?” kata Brand & Communication Manager SCG Indonesia, Amanda Dwi Ayu Utari.

Amanda mengatakan, mayoritas anak muda merasa belum siap menghadapi krisis iklim. Data UNICEF 2023 menunjukkan sekitar 70 persen generasi muda belum memiliki kepercayaan diri maupun kapasitas dalam merespons isu lingkungan yang semakin mendesak.

Amanda juga menyoroti bahwa sebagian besar sampah nasional atau sekitar 60 persen, berasal dari rumah tangga dan sekolah, tempat anak-anak muda menghabiskan sebagian besar waktunya. “Karena itu, menurutnya, perubahan perilaku dan pendidikan lingkungan harus dimulai sejak dini,” katanya.

photo
Brand & Communication Manager SCG Indonesia Amanda Dwi Ayu Utari (kanan) dan penerima program beasiswa SCG yang juga pendiri Lembur Lestari, Alya Zahra Sabira (kiri). - (Satria KY/Republika)

Salah satu penerima program beasiswa, Alya Zahra Sabira, menyampaikan pengalamannya dalam mengembangkan proyek Lembur Lestari di Sukabumi, Jawa Barat. Program ini bergerak dalam edukasi lingkungan berbasis warga dengan fokus pada pengelolaan sampah organik dan kepemimpinan remaja.

“Tempat pembuangan akhir di daerah kami sudah hampir penuh. TPS sementara juga tidak layak dan mencemari lingkungan. Dari situ kami memulai Lembur Lestari agar warga dan anak-anak bisa ikut ambil peran,” ujar Alya.

Alya melibatkan remaja usia 13–17 tahun sebagai “Lembur Lestari Warriors” yang diberi pelatihan isu krisis iklim dan kepemimpinan. Selain itu, mereka mengajak 40 rumah tangga untuk memilah dan menyetorkan sampah organik ke saluran kompos yang dikelola komunitas. Hingga saat ini, inisiatif tersebut telah mengolah lebih dari 600 kilogram sampah organik dan menghasilkan produk kompos untuk pertanian lokal.

Sebagian hasilnya dikembangkan menjadi gardening kit berbasis Internet of Things (IoT) yang dirancang interaktif dan edukatif. Kit ini dibuat untuk menarik minat generasi muda mengenal pertanian perkotaan dan daur ulang berbasis teknologi. “Hal kecil seperti sampah organik sering dianggap remeh, padahal bisa jadi solusi lokal untuk masalah global,” kata Alya.

Ia juga menekankan pentingnya membangun sistem kolaboratif yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan akademisi agar proyek seperti Lembur Lestari bisa bertahan dan diperluas. Alya berharap lebih banyak anak muda berani memulai inisiatif serupa, meski dari skala terkecil sekalipun.

Program “Sharing the Dream” sendiri telah menjangkau lebih dari 1.100 penerima manfaat di Indonesia. Program serupa juga berjalan di lima negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Filipina.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement