ESGNOW.ID, JAKARTA -- Menteri Perminyakan dan Gas India, Hardeep Singh Puri, mengatakan bahwa target emisi bersih negaranya di tahun 2070 adalah target yang terlalu lama. Ini mengindikasikan bahwa India dapat mencapai hal tersebut lebih cepat dari tenggat waktunya.
Berbicara pada Pertemuan Teknologi Energi ke-26, Puri berpandangan, India telah bergerak cepat menuju transisi energi. Adapun untuk perusahaan distribusi gas GAIL, Bharat Petroleum Corporation Limited (BPCL) dan yang lainnya, target transisi energi adalah tahun 2035 hingga 2040.
“Transisi energi di India akan dimulai dari bahan bakar berbasis fosil ke bahan bakar yang lebih bersih dan selanjutnya ke energi terbarukan. Dan ketidakpastian global merupakan pendorong dinamis untuk transisi energi,” kata Puri seperti dilansir Business Line, Selasa (10/10/2023).
Mengenai konflik Israel-Palestina, ia mengatakan bahwa krisis semacam ini membuat transisi energi menuju bahan bakar nabati, energi terbarukan, dan lainnya menjadi lebih cepat.
"Terkait energi, tempat di mana aksi ini terjadi merupakan pusat energi global. Kami akan mengamati dengan sangat hati-hati, sambil menavigasi tujuan kami. Dan ketidakpastian seperti ini pada akhirnya mendorong kita semua untuk beralih ke bahan bakar yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujar Puri dengan mengutip Aliansi Bahan Bakar Nabati Global (Global Biofuel Alliance) sebagai contoh.
Berbicara mengenai bahan bakar nabati di India, ia mengatakan bahwa negaranya telah mencapai target pencampuran etanol sebesar 10 persen lima bulan lalu. Kini, India diklaim sudah mencapai 12 persen, dan target 20 persen pada tahun 2025.
Baca juga:
Ditanya Andai Dapat Tawaran Latih Juventus, Pep Guardiola Jawab Begini
Dosen Luar Biasa Unair: Strategi Baru Hamas Tunjukkan Israel Bisa Dikalahkan
"Pada akhirnya, ini adalah sebuah pilihan. Pilihannya adalah antara bahan bakar fosil atau bahan bakar nabati," ujar dia.
Puri juga berbicara mengenai pemangkasan produksi minyak mentah oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Jumlah minyak mentah yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat konsumsi saat ini yaitu sekitar 100 atau 102 mb/d (juta barel per hari). Jumlah tersebut tersedia, namun sekitar 5 mb/d telah diambil dari pasar. Jadi menurut Puri, itulah masalahnya.
“Ini adalah pilihan yang berdaulat dan kami menghormati mereka yang memutuskannya. Namun, sama halnya ketika kita harus melakukan pilihan, kita akan melakukan transisi (energi) lebih cepat,” kata Puri.
Mengenai lonjakan harga minyak, Puri tak memungkiri bahwa OPEC sepenuhnya memiliki kewenangan untuk menentukan harga. Namun menurutnya, OPEC juga tetap harus bijak. Karena jika harga melewati ambang batas dan mendorong situasi inflasi, maka akan terjadi krisis ekonomi global seperti tahun 2008.
"Saat ini harga energi sangat penting bagi pemulihan global. Seseorang bertanya kepada saya berapa ambang batasnya. Terakhir kali pada tahun 2008 harga minyak menembus 100 dolar AS per barel. Tidak bisa di atas 100 dolar AS, tidak akan berhasil," ujar dia.
Ia juga optimistis bahwa dalam dua dekade mendatang, 25 persen dari permintaan energi dunia akan datang dari India.