ESGNOW.ID, JAKARTA -- Pada tahun 1981, para ilmuwan menemukan bahwa ikan betina yang terpapar suhu tinggi mengembangkan testis, bukan ovarium. Sejak saat itu, lebih dari 1.100 penelitian terhadap berbagai spesies hewan, termasuk 400 penelitian terhadap ikan air tawar, menemukan hasil yang serupa.
Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan: apa alasan di balik fenomena ini dan apakah ini membahayakan populasi ikan? Melalui studi terbaru, para peneliti dari Institut National de la recherche scientifique (INRS) Kanada dan Instituto Tecnológico de Chascomús Argentina, menunjukkan bahwa produksi hormon stres berlebihan pada ikan merupakan akibat dari suhu yang tinggi.
Prof Valerie S Langlois, salah satu peneliti dari INRS, menjelaskan bahwa organ reproduksi ikan sangat mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Karena, mereka tidak seperti mamalia dan organ reproduksi ikan memiliki struktur yang sederhana. Hebatnya, bahkan perubahan kecil dalam kondisi air dapat secara langsung dan signifikan memengaruhi metabolisme dan fisiologi ikan.
Ikan memanfaatkan hal ini untuk menyelaraskan kesuksesan reproduksi mereka dengan kondisi musiman. Sebagai contoh, beberapa spesies ikan seperti ikan sturgeon, berkembang biak pada musim semi yang ditandai dengan suhu air yang lebih hangat.
Namun, perubahan lingkungan yang tiba-tiba akibat perubahan iklim secara drastis memengaruhi populasi ikan dan mendorong beberapa di antaranya untuk pindah ke habitat yang lebih cocok untuk berkembang biak.
Mempelajari bagaimana ikan betina menjadi jantan melalui perubahan suhu telah menghasilkan terobosan yang signifikan. Ketika ikan terpapar pada suhu di luar kisaran normal, mereka menjadi stres dan mengalami tingkat hormon stres yang tinggi yang disebut kortisol. Hal ini terjadi pada beberapa spesies ikan, seperti ikan silverside Argentina, medaka, dan ikan zebra.
Menariknya, enzim yang sama yang menghasilkan kortisol juga bertanggung jawab untuk memproduksi hormon jantan paling kuat pada ikan yang disebut 11-ketotestosteron. Peran hormon jantan ini adalah memicu perkembangan karakteristik seksual jantan pada ikan.
Jika ikan mengalami stres akibat suhu tinggi, hal ini dapat mengganggu keseimbangan hormon pada larva ikan dan mengakibatkan perkembangan testis. Produksi androgen yang berlebihan menghasilkan lebih banyak jantan yang berkembang daripada betina di bawah suhu tinggi.
“Untuk pertama kalinya, kami menemukan bahwa otak bertindak sebagai pendorong maskulinisasi yang disebabkan oleh stres termal,” kata peneliti studi dari Instituto Tecnológico de Chascomús Juan Ignacio Fernandino, dilansir dari The Conversation, Selasa (17/10/2023).
Dalam studi yang diterbitkan dalam Cellular and Molecular Life Sciences pada 2023, peneliti lebih lanjut menunjukkan bahwa hormon tiroid, selain hormon stres, terlibat dalam maskulinisasi ikan. Melalui penyuntingan gen, peneliti dapat memblokir reseptor stres dan menunjukkan bahwa jalur hormon tiroid terpengaruh ketika ikan mengalami stres.
“Kami mengamati bahwa ketika kortisol dan produksi hormon tiroid ditekan melalui kombinasi penggunaan obat-obatan kimia, tidak ada ikan betina yang menjadi jantan. Memahami mekanisme molekuler di balik penentuan jenis kelamin ikan, membantu memprediksi bagaimana suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat memengaruhi populasi ikan di masa depan,” kata Fernandino.
Polusi juga berperan dalam hal fenomena ini. Beberapa kontaminan lingkungan, seperti pestisida dan pemlastis, diketahui dapat mengganggu keseimbangan hormon pada hewan. Kontaminan itu dapat menyebabkan organ seks berkembang secara abnormal pada ikan.
Akhir-akhir ini, suhu telah berfluktuasi secara drastis, baik rendah maupun tinggi, melebihi kisaran yang dapat ditoleransi sebagian besar spesies ikan. Perubahan tersebut menyebabkan suhu tinggi, pengasaman, dan hipoksia yang dapat mendistorsi rasio jenis kelamin ikan dengan condong ke arah jantan, dan bahkan menghasilkan populasi ikan yang semuanya jantan.
Di sungai dan danau, El Nino atau La Nina juga dapat berubah karena perubahan iklim, yang dapat menyebabkan periode banjir atau kekeringan yang parah. Hal ini pada akhirnya, dapat memperburuk tekanan pada ikan.
"Dan terlalu sedikitnya jumlah ikan betina dalam suatu populasi ikan dapat menyebabkan populasi ikan tersebut punah, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi keanekaragaman hayati," tegas Fernandino.