ESGNOW.ID, KABUPATEN SOLOK -- Pemanfaatan energi panas bumi yang ada di Kabupaten Solok tepatnya di kawasan kaki Gunung Talang belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya karena sebagian kecil masyarakat masih menolak kehadiran proyek geotermal di kampung halaman mereka.
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Batu Bajanjang, di Kecamatan Lembang Jaya Bujang M Nur mengatakan, masyarakat yang menolak hadirnya geotermal di Gunung Talang hanya dua dari delapan jorong (setara dusun).
Bujang menyebut di Nagari (setingkat desa) Batu Bajanjang, ada delapan jorong. Jorong yang menolak hadirnya geothermal kata dia hanya dua jorong. Sedangkan enam jorong lainnya menerima dan mendukung hadirnya proyek geothermal.
"Yang menolak itu Jorong Buah Gunuang sama Jorong Gurah. Selebihnya menerima," kata Bujang, Kamis (2/11/2023).
Bujang menjelaskan, ia bersama beberapa tahun lalu sudah pernah melakukan studi banding ke Desa Margamukti dan Desa Lembang yang juga masuk wilayah produksi panas bumi di Provinsi Jawa Barat. Studi banding ini diikuti 70 orang yang terdiri atas unsur ninik mamak, perangkat nagari hingga peringkat kecamatan.
Selain ke Jawa Barat, mereka juga pernah studi banding ke proyek geotermal yang ada di kabupaten tetangga yakni Kabupaten Solok Selatan. Menurut Bujang, setelah studi banding, mereka berkesimpulan bahwa proyek geothermal dapat berdampingan dengan masyarakat. Dalam arti tidak akan mengganggu aktivitas pertanian masyarakat.
"Kami melakukan studi banding untuk membuktikan geotermal ini tidak merusak lingkungan. Yang dekat kita saja ini contohnya, di Solok Selatan, itu luar biasa hebat pertumbuhan ekonomi masyarakat di sana sekarang. Sampai sekarang belum ada pengaruhnya ke alam sekitar," ujar Bujang.
Bujang mengatakan, adanya sebagian kecil masyarakat Batu Bajanjang menolak kehadiran geotermal karena adanya provokasi dari pihak luar. Pihak luar ini, kata dia, menginginkan proyek geotermal gagal terlaksana dengan cara memberikan kabar buruk yang menakut-nakuti masyarakat akan kerusakan lingkungan.
Bujang meyakinkan bahwa geotermal tidak merusak lingkungan. Bahkan, di dekat geotermal masih terdapat kebun teh seluas 20 hektare yang justru semakin subur dan hasilnya meningkat sejak adanya geotermal.
"Provokasi yang masuk dari luar itu kepada masyarakat bahwa geotermal akan membuat sumber air berkurang, pipa-pipanya akan berbahaya bila didekati. Itu sama sekali tidak ada. Setelah saya studi banding, 180 derajat berbeda dengan provokasi yang dilakukan pihak luar," ujar Bujang.