ESGNOW.ID, JAKARTA -- Tahun 2023 ditandai dengan panas yang luar biasa, kebakaran hutan, dan cuaca ekstrem. Di Amerika Serikat misalnya, gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya melanda sebagian besar wilayah Texas dan Barat Daya dengan suhu tertinggi lebih dari 37,8 derajat Celcius sepanjang bulan Juli.
Pada April, curah hujan bersejarah membanjiri Fort Lauderdale, Florida, dengan curah hujan 88 centimeter dalam 24 jam. Lalu Gelombang badai besar pada Juli membuat air mengalir ke kota-kota di Vermont dan New York. Kebakaran hutan juga melanda Hawaii, Louisiana dan beberapa negara bagian lainnya. Dan musim kebakaran terburuk di Kanada yang tercatat dalam sejarah mengirimkan asap tebal ke sebagian besar wilayah Amerika Utara.
Secara global, tahun 2023 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, dan hal ini menimbulkan malapetaka di seluruh dunia. El Nino memang berperan, tetapi pemanasan global adalah akar dari meningkatnya cuaca ekstrem di dunia.
Lantas bagaimana pemanasan global terkait dengan kebakaran, badai, dan bencana lainnya? Berikut penjelasan Profesor Geologi dan Geosains Lingkungan di University of Dayton, Shuang-Ye Wu.
1. Gelombang panas yang berbahaya dan kebakaran yang dahsyat
Ketika gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dari kendaraan dan pembangkit listrik, terakumulasi di atmosfer, gas-gas ini bertindak seperti selimut termal yang menghangatkan Bumi. Gas-gas ini membiarkan radiasi matahari berenergi tinggi masuk, sambil menyerap radiasi berenergi rendah yang keluar dalam bentuk panas dari Bumi. Ketidakseimbangan energi di permukaan Bumi secara bertahap meningkatkan suhu permukaan daratan dan lautan.
“Konsekuensi paling langsung dari pemanasan ini adalah lebih banyak hari dengan suhu yang sangat tinggi, seperti yang terjadi di banyak negara pada tahun 2023,” kata Shuang-Yu Wen seperti dilansir The Conversation, Kamis (21/12/2023).
Gelombang panas ekstrem melanda sebagian besar wilayah Amerika Utara, Eropa, hingga China, memecahkan banyak rekor suhu tinggi lokal. Phoenix mengalami 30 hari dengan suhu tinggi harian 43,3 derajat Celcius atau lebih tinggi dan mencatat suhu minimum malam hari tertinggi, dengan suhu pada 19 Juli yang tidak pernah turun di bawah 36,1 derajat Celcius.
“Meskipun gelombang panas diakibatkan oleh fluktuasi cuaca, pemanasan global telah meningkatkan suhu permukaan laut, membuat gelombang panas menjadi lebih sering terjadi, lebih kuat, dan lebih lama,” tegas dia.
Panas tersebut juga memicu kebakaran hutan. Shuang-Yu menerangkan, penguapan yang meningkat menghilangkan lebih banyak kelembaban dari tanah, mengeringkan tanah, rerumputan, dan bahan organik lainnya. Keadaan ini memudahkan terjadinya kebakaran hutan, semisal ketika terkena sambaran petir atau percikan api dari kabel listrik.
2. Pemanasan global memicu badai ekstrem
Semakin banyak panas yang tersimpan sebagai energi di atmosfer dan lautan, hal ini tidak hanya meningkatkan suhu, tetapi juga meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Ketika uap air tersebut mengembun menjadi cairan dan jatuh sebagai hujan, uap air tersebut melepaskan sejumlah besar energi. Ini disebut panas laten, dan merupakan bahan bakar utama untuk semua sistem badai.
Ketika suhu lebih tinggi dan atmosfer memiliki lebih banyak uap air, energi tambahan tersebut dapat memicu badai yang lebih kuat dan tahan lama. Inilah alasan utama terjadinya badai yang memecahkan rekor pada tahun 2023. “19 dari 25 bencana cuaca dan iklim yang menyebabkan kerusakan senilai lebih dari 1 miliar dolar AS hingga awal Desember 2023 adalah badai besar, dan dua lainnya adalah banjir yang diakibatkan oleh badai besar,” kata Shuang-Yu We.
Badai tropis juga dipicu oleh panas laten yang berasal dari air laut yang hangat. Itulah sebabnya badai tropis hanya terbentuk ketika suhu permukaan laut mencapai tingkat kritis sekitar 27 derajat Celcius.
Dengan 90 persen panas berlebih dari pemanasan global diserap oleh lautan, telah terjadi peningkatan suhu permukaan laut global yang signifikan, termasuk tingkat yang memecahkan rekor pada tahun 2023. Suhu permukaan laut yang lebih tinggi dapat menyebabkan angin topan yang lebih kuat dan musim angin topan yang lebih panjang. Hal ini juga dapat menyebabkan intensifikasi badai yang lebih cepat.
Badai Otis, yang menghantam Acapulco, Meksiko, pada bulan Oktober 2023, merupakan contoh yang menghancurkan. Badai ini dengan cepat meningkat dari badai tropis menjadi badai Kategori 5 yang merusak dalam waktu kurang dari 24 jam. Minimnya waktu untuk mengungsi serta bangunan yang tidak dirancang untuk menahan badai sekuat itu, lebih dari 50 orang tewas. Intensifikasi badai ini merupakan yang tercepat kedua yang pernah tercatat, hanya dilampaui oleh Badai Patricia pada tahun 2015.
Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa tingkat intensifikasi maksimum siklon tropis Atlantik Utara meningkat 28,7 persen antara rata-rata tahun 1971-1990 dan rata-rata tahun 2001-2020. Jumlah badai yang berkembang dari badai Kategori 1 atau lebih lemah menjadi badai besar dalam waktu 36 jam meningkat lebih dari dua kali lipat.