ESGNOW.ID, JAKARTA -- Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO) memprediksi bahwa suhu bumi pada tahun 2024 akan jauh lebih panas dari 2023. Berkaca dari dampak panas yang begitu ekstrem pada 2023, negara-negara mulai bersiap siaga untuk beradaptasi menghadapi 2024 yang lebih panas.
Di seluruh Eropa, kota dan negara telah mengadopsi langkah-langkah untuk memperingatkan dan melindungi masyarakat selama cuaca ekstrem. Prancis meluncurkan sistem peringatan panas setelah gelombang panas yang berkepanjangan pada tahun 2003 diperkirakan menyebabkan 15 ribu kematian, banyak di antaranya adalah orang tua yang tinggal di apartemen kota dan rumah-rumah tanpa AC. Sistem ini mencakup pengumuman publik yang mendesak orang untuk menghidrasi tubuh.
Awal tahun 2023, Jerman meluncurkan kampanye baru melawan kematian akibat gelombang panas yang katanya terinspirasi dari pengalaman Prancis. Di Paris, kekhawatiran akan suhu 50 derajat Celcius di masa depan telah mendorong ibu kota Prancis ini untuk berinvestasi di ruang terbuka hijau. Atap seng yang menjadi ikon kota ini mungkin perlu diganti dengan bahan yang lebih sedikit menyerap panas.
Inisiatif sederhana lainnya telah dilakukan di Barcelona, Spanyol, dengan mengecat atap dengan warna putih untuk memantulkan sinar matahari yang terik.
Cuaca ekstrem juga berdampak pada bangunan-bangunan. Di London Inggris misalnya, kekeringan dan panas yang berkepanjangan menyebabkan bangunan-bangunan bersejarah retak dan miring, sehingga menyoroti perlunya modernisasi yang mempertimbangkan suhu ekstrem.
Ketika suhu melambung tinggi, jam kerja mungkin perlu disesuaikan untuk melindungi karyawan dari suhu yang mematikan. Spanyol telah mengambil langkah untuk melarang bekerja di luar ruangan selama periode panas yang ekstrem.
Kemudian di India, gelombang panas yang dahsyat pada tahun 2010 dengan suhu lebih dari 48 derajat Celcius menyebabkan kematian lebih dari 1.300 orang di kota Ahmedabad. Para pejabat kota sekarang memiliki rencana aksi panas untuk meningkatkan kesadaran penduduk lokal dan staf layanan kesehatan.
Menyusul gelombang panas selama sepakan yang mencapai 41 derajat Celcius dan menewaskan lebih dari 700 orang pada tahun 1995 di Chicago, kota di Amerika Serikat ini mengembangkan rencana tanggap darurat panas. Rencana tersebut mencakup upaya besar-besaran untuk memperingatkan masyarakat melalui SMS dan email, lalu menghubungkan mereka yang paling rentan dengan bantuan yang mungkin mereka butuhkan.
Ladd Keith, asisten profesor di University of Arizona, mengutip peringatan Code Red Extreme Heat di Baltimore sebagai contoh sistem peringatan yang dirancang dengan baik. Peringatan ini akan berbunyi ketika prakiraan cuaca menunjukkan indeks panas mencapai 40,5 derajat Celcius atau lebih tinggi, dan menggerakkan berbagai hal seperti lebih banyak layanan sosial di komunitas yang paling rentan terhadap risiko panas.
Kota-kota lain di AS seperti Los Angeles, Miami dan Phoenix kini memiliki kepala petugas panas untuk mengkoordinasikan perencanaan dan respons terhadap panas yang berbahaya. Namun, apa yang berhasil di satu kota mungkin tidak seefektif di kota lain.
“Setiap kota memiliki arsitektur, transportasi, tata letak, dan ketidaksetaraan yang unik,” kata Bharat Venkat, seorang profesor di UCLA yang memimpin Heat Lab, seperti dilansir Euro News, Sabtu (2/3/2024).
Selama gelombang panas yang mematikan di Chicago, sebagian besar kematian terjadi di lingkungan yang miskin dan mayoritas penduduknya berkulit hitam, di mana banyak lansia atau orang yang terisolasi menderita tanpa ventilasi atau pendingin ruangan yang memadai. Pemadaman listrik dari jaringan listrik yang kewalahan memperburuk keadaan.
Kate Moretti, seorang dokter ruang gawat darurat di Rhode Island, AS, mengatakan bahwa rumah sakit di kota tersebut menerima lebih banyak pasien saat cuaca panas melanda - dengan peningkatan penyakit yang mungkin tidak berhubungan dengan cuaca panas, seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan gangguan kesehatan mental.
"Kami menyadari bahwa hal ini membebani sistem. Orang lanjut usia, orang yang bekerja di luar ruangan, penyandang disabilitas, dan tunawisma merupakan bagian besar dari jumlah pasien yang masuk,” kata Moretti.
Lantas bagaimana kematian akibat suhu panas dapat dicegah? Venkat berpendapat bahwa kota harus mengatasi ketimpangan dengan berinvestasi pada hak-hak buruh, pembangunan berkelanjutan dan lainnya.
“Hal ini mungkin terdengar mahal, namun menurut saya, jika pemerintah tidak melakukan apa-apa pada akhirnya dampaknya akan lebih mahal,” kata Venkat.
Selain itu, pemerintah juga bisa membuka pusat pendinginan publik, mirip dengan warm banks saat musim dingin. Pohon-pohon di jalan dan ruang terbuka hijau juga dapat membantu. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa menanam lebih banyak pohon di kota-kota di Eropa dapat mengurangi kematian akibat gelombang panas hingga lebih dari sepertiganya.