ESGNOW.ID, JAKARTA -- Pertambangan emas menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar yang berkontribusi pada perubahan iklim. Merujuk laporan S&P Global, tambang emas mengeluarkan 0,8 ton setara CO2 untuk setiap ons emas yang diproduksi pada tahun 2019. Adapun jejak karbon dari 1 gram emas adalah 28,2 kilogram gas karbon.
Chief Growth Officer Jejakin, Sudono Salim, mengatakan bahwa hingga kini masih banyak konsumen dan investor emas yang belum sadar akan dampak negatif dari pertambangan emas terhadap lingkungan dan iklim. Padahal berbagai studi telah mengungkap bagaimana pertambangan emas adalah perusak lingkungan dan pencemar emisi.
Karena itulah, menurut Sudono, penting bagi konsumen dan investor emas untuk berkontribusi menekan emisi karbon dengan cara carbon offset atau penyeimbang karbon.
“Carbon offset itu bisa menjadi salah satu upaya kita untuk mengurangi jejak karbon, karena itu tadi, di setiap emas yang kita beli mau itu perhiasan atau pun logam, pasti mengeluarkan gas-gas karbon yang berbahaya bagi iklim,” kata Sudono saat diwawancarai di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Menurut Sudono, pertambangan emas yang sudah berstatus perusahaan terbuka (Tbk) umumnya sudah melakukan sustainability report atau laporan keberlanjutan. Laporan ini biasanya mencakup upaya-upaya perusahaan dalam mengurangi dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola yang buruk.
Sudono pun mengajak masyarakat untuk bisa menjadikan laporan tersebut sebagai acuan sebelum membeli produk emas dari perusahaan tertentu.
“Jadi per tahun 2021 seluruh perusahaan tambang Tbk memang diwajibkan untuk melampirkan sustainability report, dan kita bisa cek aja nih gimana sudah cukup memuaskan atau belum,” kata Sudono.
Jejakin juga telah digandeng oleh platform emas Treasury untuk melakukan carbon offset di setiap investasi emas. Melalui program Green Gold, para investor emas di Treasury dapat berkontribusi pada upaya penyeimbangan karbon melalui penanaman pohon di kawasan Lampung.
“Setiap enam bulan nanti kita akan lihat berapa gram investasi yang terkumpul, dan kita hitung berapa jumlah dana yang bisa dialihkan ke penanaman pohon itu. Menurut saya, cara ini cukup baru dan belum ada yang gagas, jadi sekaligus bisa bikin masyarakat lebih aware,” kata Sudono.