Selasa 22 Oct 2024 14:30 WIB

Ekspansi Industri Bahan Bakar Fosil Ancam Kawasan Konservasi

30 juta hektare wilayah adat di Amazon tumpang tindih dengan konsesi minyak dan gas.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Warga berjalan di danau Puraquequara yang mengering untuk mencari air di tengah kekeringan parah, di Manaus, negara bagian Amazonas, Brazil, Kamis, (5/10/2023).
Foto: AP Photo/Edmar Barros
Warga berjalan di danau Puraquequara yang mengering untuk mencari air di tengah kekeringan parah, di Manaus, negara bagian Amazonas, Brazil, Kamis, (5/10/2023).

ESGNOW.ID,  CALI  -- Penelitian baru Earth Insight mengungkap ancaman serius terhadap ekosistem paling vital di dunia akibat industri ekstraktif, termasuk bahan bakar fosil dan pertambangan. Laporan berjudul “Closing Window of Opportunity: Mapping Threats from Oil, Gas and Mining to Important Areas for Conservation in the Pantropics” menunjukkan tumpang tindih yang signifikan antara konsesi minyak, gas, dan pertambangan dengan kawasan konservasi penting, seperti Area Keanekaragaman Hayati Utama (Key Biodiversity Areas/KBAs), hutan alam, kawasan lindung, serta wilayah adat.

Penelitian ini mengungkap ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati di wilayah Pantropik yang mencakup Cekungan Amazon, Cekungan Kongo, dan Asia Tenggara  di mana aktivitas industri terus meningkat. Peta terbaru menunjukkan lebih dari 500 Area Keanekaragaman Hayati Utama (KBAs) dan 180 juta hektare hutan yang tumpang tindih dengan konsesi bahan bakar fosil dan pertambangan.

Selain itu, 30 juta hektare wilayah adat di Amazon telah tumpang tindih dengan konsesi minyak dan gas, serta 9 juta hektar dengan konsesi pertambangan. Laporan ini juga menyoroti 25,4 juta hektare kawasan lindung yang kini tumpang tindih dengan blok minyak dan gas di wilayah ini.

"Melestarikan alam sangat penting bagi masa depan bersama kita. Kita berada di persimpangan: kita bisa bertindak sekarang untuk melindungi sistem alam yang menopang kehidupan atau terus menjalankan bisnis seperti biasa yang melaju ke arah jurang," kata Direktur Eksekutif Earth Insight Tyson Miller dalam siaran persnya, Selasa (22/10/2024).

Laporan ini menyerukan tindakan global yang mendesak untuk menjembatani kesenjangan antara komitmen konservasi dan ancaman nyata dari eksploitasi industri skala besar. Laporan ini merekomendasikan memperluas kawasan lindung dan membatasi ekspansi industri dengan segera menetapkan kawasan lindung baru di wilayah keanekaragaman hayati tinggi dan melindungi kawasan tersebut dari aktivitas industri.

Laporan ini juga merekomendasikan memberikan dukungan finansial, teknis, dan politik bagi masyarakat adat untuk menjalankan pemerintahan atas wilayah mereka dengan sepenuhnya menghormati kedaulatan mereka. Selain itu, laporan ini merekomendasikan peningkatan pendanaan untuk konservasi alam dengan mobilisasi pendanaan nasional dan internasional untuk mendukung upaya konservasi.

"Urgensi untuk menghadapi krisis alam dan iklim sangat mendesak. Menghormati hak serta wilayah masyarakat adat adalah kunci untuk mencapai tujuan global ini," kata Jennifer Corpuz dari Forum Adat Internasional untuk Keanekaragaman Hayati.

Direktur Campaign for Nature Brian O'Donnell mengatakan, ancaman besar terhadap beberapa tempat terpenting di planet ini sangat mengkhawatirkan. Jendela untuk melindungi integritas ekosistem serta hak dan wilayah masyarakat adat semakin menyempit.

"Kawasan lindung merupakan kunci untuk mengatasi krisis iklim dan kehilangan keanekaragaman hayati. Sangat penting untuk melindungi keanekaragaman hayati di kawasan ini dari eksploitasi industri," kata Ketua Komisi Dunia IUCN untuk Kawasan Lindung Madhu Rao.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement