ESGNOW.ID, BAKU -- Delegasi dari hampir 200 negara menegosiasikan target pendanaan iklim yang baru di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan. Dana yang berasal dari negara-negara kaya dan sektor swasta itu bertujuan membantu negara-negara berkembang menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Banyak negara-negara berkembang di dunia bagian Selatan yang menderita akibat bencana alam terkait perubahan iklim. Sejumlah pakar mengatakan negara-negara berkembang membutuhkan sekitar 1 triliun dolar AS per tahun untuk mengkompensasi kerugian-kerugian akibat bencana iklim dan transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.
Banyak negara yang tidak mampu melakukan transisi dengan anggaran mereka sendiri. Deputi ketua negosiator COP29 Samir Bejanov mengatakan perundingan pendanaan iklim bergerak terlalu lambat. "Saya ingin mengulang kembali dorong kami pada semua pihak untuk membuat kemajuan sebanyak mungkin, kami perlu semua orang mengambil pendekatan urgensi dan penuh tekad dalam memenuhi tugas ini," katanya dalam konferensi pers, Sabtu (16/11/2024) lalu.
Negosiator iklim dari Bolivia Diego Pacheco mengatakan jumlah uang yang ditawarkan ke negara-negara berkembang harus "jelas dan terang-terangan. "Tidak ada lagi pidato tapi uang nyata," katanya.
Pengamat dari lembaga think-tank Power Shift Africa Mohammed Adow mengatakan pekan pertama COP29 merupakan pekan pertama terburuk selama 15 tahun ia terlibat di pertemuan perubahan iklim PBB itu. "Tidak ada kejelasan mengenai target pendanaan iklim, kualitas pendanaan atau bagaimana membuat dana itu dapat diakses negara-negara paling rentan (terhadap perubahan iklim), di sini saya merasakan banyak frustrasi, terutama di antara blok-blok negara berkembang di sini,” katanya.
Menteri Lingkungan Panama Juan Carlos Navarro sepakat dengan hal itu. Ia mengatakan "tidak bersemangat" dengan apa yang ia lihat di COP29 sejauh ini. "Apa yang saya lihat banyak pembicaraan dan terlalu sedikit tindakan," katanya dilansir The Associated Press.
Ia mencatat Panama anggota kelompok negara-negara yang tanggung jawabnya paling kecil dalam pemanasan global tapi paling rentan terhadap bencana yang dipicu perubahan iklim. "Kami harus menghadapi tantangan-tantangan ini dengan tulus dan rasa urgensi, kita sedang menyeret kaki kita sebagai sebuah planet," katanya.