ESGNOW.ID, JAKARTA -- Aktivis iklim menilai pernyataan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mengenai perluasan lahan sawit tanpa harus khawatir merusak hutan sebagai sinyal buruk bagi pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia. Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, Firdaus Cahyadi, menilai pernyataan tersebut menunjukkan bahwa model pembangunan pemerintahan Prabowo tidak memiliki visi lingkungan hidup yang memadai.
Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) pada akhir tahun 2024, Presiden Prabowo Subianto mengajak untuk memperluas perkebunan sawit tanpa rasa takut akan kerusakan hutan atau deforestasi.
Firdaus menyatakan bahwa dari berbagai pidato Prabowo Subianto, terlihat jelas konsep pembangunan yang ditawarkan didasarkan pada perspektif yang keliru dalam memahami persoalan lingkungan hidup dan pembangunan.
“Kesesatan berpikir itu memandang manusia sebagai pusat alam semesta. Konsekuensinya, alam dipandang hanya sebagai alat untuk memenuhi kepentingan ekonomi manusia," kata Firdaus dalam pernyataannya kepada Republika, Jumat (3/1/2025).
Ia menambahkan bahwa kepentingan ekonomi yang mengorbankan kelestarian alam tersebut umumnya hanya menguntungkan segelintir elite ekonomi-politik di sektor industri ekstraktif, seperti perkebunan sawit dan pertambangan skala besar.
“Sementara mayoritas warga akan menjadi korban dari model pembangunan yang merusak alam tersebut,” tegas Firdaus.
Firdaus menyoroti dampak negatif dari model pembangunan ekstraktif yang berfokus pada eksploitasi sumber daya alam. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga memicu berbagai masalah sosial, termasuk konflik agraria antara masyarakat lokal dan pihak industri.
“Jika model pembangunan ekstraktif Prabowo Subianto terus berlanjut, akan menyisakan kerusakan alam, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan kemiskinan yang meluas di masyarakat lokal," ujar Firdaus.
Firdaus juga menekankan bahwa kerusakan lingkungan akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab akan memiliki dampak jangka panjang yang merugikan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Firdaus mengajak publik untuk tidak tinggal diam dan mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan promosi model pembangunan ekstraktif yang merusak lingkungan, melanggar HAM, dan memiskinkan masyarakat lokal.
“Publik tidak boleh tinggal diam terhadap model pembangunan yang berfokus pada eksploitasi alam secara berlebihan. Jika kita diam, maka publik sendiri yang akan menanggung akibatnya,” tegas Firdaus.
Firdaus berharap ada kesadaran bersama dari masyarakat untuk terus mengawal kebijakan lingkungan pemerintah agar lebih berpihak pada keberlanjutan dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal.
Melalui seruan ini, Firdaus berharap ada perubahan paradigma dalam pembangunan yang lebih berfokus pada keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia demi masa depan Indonesia yang lebih baik.