Selasa 07 Jan 2025 19:42 WIB

Peneliti Ingatkan Pentingnya Pengelolaan TPA yang Ramah Lingkungan

Air lindi yang ditampung harus ditangani untuk menurunkan kandungan pencemar.

Red: Satria K Yudha
Foto udara alat berat meratakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Griyo Mulyo Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (3/1/2025). Pengelola TPA tersebut meningkatkan sarana dan prasarana sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) dalam mencapai target kebijakan dan strategi nasional (Jakstranas) pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025.
Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Foto udara alat berat meratakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Griyo Mulyo Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (3/1/2025). Pengelola TPA tersebut meningkatkan sarana dan prasarana sebagai Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) dalam mencapai target kebijakan dan strategi nasional (Jakstranas) pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025.

ESGNOW.ID,  JAKARTA - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sri Wahyono mengingatkan pentingnya tempat pemrosesan akhir (TPA) yang ramah lingkungan. Upaya ini salah satunya bisa dilakukan dengan mengelola air lindi yang mengandung cemaran dari sampah.

Dalam diskusi daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa (7/1/2025), Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN Sri Wahyono menjelaskan untuk mewujudkan lahan urug saniter (sanitary landfill), perlu dipastikan adanya lapisan kedap air di bagian paling dasar dari TPA tersebut. "Sehingga nanti air lindi atau air sampah itu tidak langsung meresap tetapi bisa langsung terarahkan dan kemudian air disalurkan, biasanya di bawah ada saluran air lindi," ujar Wahyono.

Baca Juga

Air lindi yang ditampung itu kemudian harus ditangani lebih lanjut untuk menurunkan kandungan pencemar di dalamnya. Pengelolaan dan pencegahan air lindi masuk ke tanah secara langsung, mengingat dapat mencemari lingkungan karena kandungan yang di dalamnya.

Menurut dia, diperlukan juga instalasi saluran pengumpulan gas dihasilkan dari sampah seperti metana dan pemanfaatannya. Gas metana yang sangat mudah terbakar dan masuk dalam gas rumah kaca penyebab perubahan iklim, dihasilkan dari sampah organik yang menumpuk di TPA.

"TPA ternyata dari isu global adalah nomor enam penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia. Sehingga kini muncul zero waste, zero emission dalam rangka mencegah TPA yang kita punya gas rumah kacanya lepas begitu saja," ujarnya.

Untuk menghindari hal itu, kata dia, dapat dilakukan dengan memanfaatkan gas tersebut sebagai sumber energi sembari mencegah masuknya sampah organik di beragam TPA yang ada di Indonesia.

"TPA ramah lingkungan dengan cara perataan, pemadatan, dan pelapisan tanah juga diperlukan untuk mencegah vektor penyakit yang dapat timbul di lokasi," katanya.

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum (PU), saat ini terdapat 328 TPA di Indonesia dengan 58 di antaranya masuk dalam kategori sanitary landfill, 162 TPA controlled landfill dan 111 TPA masuk dalam kategori open dumping atau masih melakukan pembuangan sampah secara terbuka tanpa pengolahan lebih lanjut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement