ESGNOW.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra memperingatkan upaya-upaya global untuk mengatasi perubahan iklim akan terpukul jika Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump kembali menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari Perjanjian Paris. Sejumlah sumber tim transisi Trump mengatakan mereka sedang menyiapkan perintah eksekutif untuk menarik AS dari perjanjian perubahan iklim global tersebut. Saat ini AS merupakan penghasil polusi terbesar kedua di dunia, setelah Cina.
"Jika hal itu terjadi, hal tersebut akan menjadi pukulan telak bagi diplomasi iklim internasional," kata Hoekstra, Rabu (8/1/2025).
Ia menambahkan bila AS keluar dari Perjanjian Paris, maka negara-negara lain harus "menggandakan diplomasi iklim".
"Pada akhirnya tidak ada alternatif lain untuk memastikan, semua orang ikut serta, karena perubahan iklim tidak pandang bulu, ini benar-benar masalah yang harus dipecahkan bersama oleh dunia," tegas Hoekstra mengenai perundingan iklim PBB.
Perjanjian Paris merupakan inti negosiasi iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mana hampir 200 negara membahas langkah-langkah untuk mengurangi emisi dan pendanaan untuk membiayai upaya-upaya ini. AS memainkan peran sentral dalam perundingan tersebut. Salah satunya dengan bekerja sama dengan Cina yang merupakan penghasil polusi terbesar di dunia dan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia untuk meletakkan dasar bagi kesepakatan iklim global baru-baru ini.
Trump diprediksi akan mengubah kebijakan perubahan iklim di Gedung Putih setelah dilantik pada 20 Januari. Ia menyebut perubahan iklim sebagai kebohongan, dan menarik AS dari Perjanjian Paris selama masa jabatan pertamanya dari 2017 hingga 2021.
Bulan lalu ia memperingatkan Uni Eropa mereka harus membeli lebih banyak minyak dan gas dari AS atau menghadapi kenaikan tarif. Hoekstra mengatakan Uni Eropa akan terlibat secara konstruktif dengan pemerintahan AS yang baru dalam berbagai isu termasuk perubahan iklim.
Ia mengatakan Komisi Iklim Uni Eropa menjangkau kontak-kontak AS di seluruh spektrum politik, termasuk di tingkat non-federal. "Memastikan teman-teman Amerika kami, sebanyak mungkin, benar-benar tetap berada di atas kapal yang sama dan mengerjakan hal ini bersama kami, jelas merupakan sesuatu yang akan saya perjuangkan," katanya.
Namun, meskipun Brussel menghadapi tekanan untuk meningkatkan kepemimpinan iklimnya untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS. Uni Eropa akan melewatkan tenggat waktu pada bulan Februari untuk menyampaikan rencana dan target iklimnya ke PBB.
Hoekstra mengatakan waktu siklus politik Uni Eropa tidak sesuai dengan tenggat waktu PBB, namun Eropa akan memiliki rencana iklim 2035 yang siap sebelum Pertemuan Perubahan Iklim PBB pada bulan November tahun ini di Belem, Brasil.