Jumat 31 Jan 2025 12:00 WIB

Hidrogen Hijau Percepat Dekarbonisasi

Hidrogen hijau dapat membantu dekarbonisasi sektor industri intensif energi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Bahan bakar hidrogen (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Bahan bakar hidrogen (ilustrasi)

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Lembaga think-tank Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai hidrogen hijau merupakan kunci untuk mempercepat dekarbonisasi industri dan transportasi. IESR mencatat Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 3.687 gigawatt, yang dapat menjadi modal utama untuk mengembangkan hidrogen hijau.

Menurut IESR, hidrogen hijau dapat membantu dekarbonisasi sektor industri intensif energi, dan pembakaran suhu tinggi dan alat berat serta transportasi darat jarak jauh dan transportasi laut.

Baca Juga

IESR mencatat sejak 2023 Indonesia memiliki Strategi Hidrogen Nasional (SHN) sebagai upaya pemanfaatan hidrogen untuk mendukung dekarbonisasi 2060 atau lebih cepat. Namun, SHN belum secara terperinci merumuskan strategi untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau.

Hidrogen dihasilkan dari proses elektrolisis air dengan sumber energi terbarukan.   Seiring upaya Kementerian ESDM menyusun peta jalan pemanfaatan hidrogen dan amonia rendah karbon, IESR mendorong agar pemerintah secara serius memprioritaskan peta jalan pengembangan hidrogen hijau untuk membuat hidrogen hijau dapat diproduksi secara berkesinambungan dengan harga yang kompetitif di Indonesia pada 2030.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, mengatakan pemerintah harus mampu memanfaatkan potensi besar energi terbarukan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan energi domestik sekaligus memproduksi hidrogen hijau dan ammonia hijau untuk pemakaian dalam negeri maupun sebagai komoditas ekspor.

Ia menekankan periode 2025–2030 merupakan masa yang krusial untuk membangun ekosistem yang dapat mempercepat keekonomian hidrogen hijau untuk bersaing dengan hidrogen yang berasal dari proses steam methane reforming (SMR) yang bersumber dari gas alam.  

Pada tahun 2023, konsumsi hidrogen di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 1,75 juta ton per tahun, dengan produksi urea menggunakan 88 persen, produksi amonia 4 persen, dan kilang minyak 2 persen dari total konsumsi tersebut. Namun, hidrogen yang digunakan masih didominasi oleh hidrogen abu-abu, yang memiliki intensitas karbon tinggi.

Fabby mengatakan untuk mendorong permintaan hidrogen hijau, langkah awal dapat dimulai dengan memenuhi kebutuhan hidrogen dan ammonia dari industri pupuk, semen, dan sektor lain yang sulit didekarbonisasi.

“Untuk membuat harga hidrogen hijau lebih kompetitif, biaya listrik dari energi terbarukan harus ditekan mencapai di bawah USD 0,05/kWh, karena akan menentukan biaya produksinya," kata Fabby dalam pernyataannya, dikutip pada Jumat (31/1/2025).  

Selain itu, infrastruktur hidrogen perlu dibangun sedekat mungkin dengan lokasi permintaan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi. Pemerintah juga dapat memberikan insentif dan subsidi untuk mendukung penurunan biaya produksi hidrogen hijau, sehingga dapat bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement