Untuk membuat harga hidrogen hijau lebih kompetitif, biaya listrik dari energi terbarukan harus ditekan mencapai di bawah USD 0,05/kWh, karena akan menentukan biaya produksinya. Selain itu infrastruktur hidrogen perlu dibangun sedekat mungkin dengan lokasi permintaan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi.
Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif dan subsidi untuk mendukung penurunan biaya produksi hidrogen hijau, sehingga dapat bersaing dengan hidrogen abu-abu dan biru,” jelas dia dalam keterangan resmi IESR, dikutip Sabtu (1/2/2025).
IESR juga mendorong Indonesia belajar dari pengalaman negara maju dalam merancang strategi pasar hidrogen yang berkelanjutan. Melalui kerja sama dengan Pemerintah Inggris dalam proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI), IESR berupaya membangun Indonesia Green Hydrogen Accelerator, sebuah inisiatif yang mendukung akselerasi hidrogen hijau sesuai dengan Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.
Manajer Green Energy Transition Indonesia (GETI) IESR, Erina Mursanti mengungkapkan Inggris telah berhasil mengembangkan pasar hidrogen melalui kebijakan seperti Low Carbon Hydrogen Standard (Standar Hidrogen Rendah Karbon). Pemerintah Inggris menargetkan 10 GW produksi hidrogen rendah karbon pada 2030 dan menyediakan dana sebesar 240 juta dolar AS untuk Net Zero Hydrogen Fund (NZHF) atau Dana Hidrogen Nol Emisi.
Pemerintah Inggris juga mempromosikan pengembangan hidrogen hijau melalui insentif, kemitraan dengan industri, riset dan pengembangan, serta pembangunan infrastruktur pendukung. Menurutnya, Indonesia dapat mengadopsi strategi serupa untuk membangun ekosistem hidrogen hijau yang kompetitif, menarik investasi internasional, dan mempercepat transisi energi.
Indonesia telah mengidentifikasi 17 lokasi potensial untuk produksi hidrogen hijau, dengan perkiraan biaya produksi berkisar antara 1,9 dolar AS hingga 3,9 dolar AS per kg (atau 14 dolar AS hingga 28,9 dolar AS per million british thermal unit (MMBTU)) pada tahun 2040. IESR mencatat dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2025 bahwa biaya ini relatif rendah dibandingkan biaya produksi hidrogen hijau global saat ini, yang berada di kisaran 2,7 dolar AS hingga 12,8 dolar AS per kg.
Namun, harga gas bersubsidi yang saat ini ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU untuk tujuh sektor industri menciptakan tantangan bagi daya saing hidrogen hijau. Untuk mengatasi hal ini, pengurangan subsidi harga gas dan penerapan harga karbon (carbon pricing) dapat meningkatkan daya saing pemanfaatan hidrogen hijau untuk industri domestik.
Erina mendorong pemerintah agar menunjukkan komitmen kuat dalam pengembangan ekosistem hidrogen hijau. Itu termasuk melalui kebijakan, regulasi, insentif dan penguatan target produksi hidrogen hijau serta perbaikan iklim investasi. Ketergantungan yang berkelanjutan pada bahan bakar fosil untuk produksi hidrogen berisiko meningkatkan emisi karbon dan bertentangan dengan target net-zero emission.
"Sementara ketergantungan pada gas alam dapat mengancam keamanan energi karena cadangan gas domestik yang semakin menipis,” kata dia.