Ahad 23 Feb 2025 11:45 WIB

Keluarnya AS dari IPCC Hambat Program Iklim Global

Rapat pleno IPCC akan mengumpulkan ilmuwan dari 200 negara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Perubahan iklim (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Perubahan iklim (ilustrasi)

ESGNOW.ID,  BRUSSELS -- Uni Eropa, Inggris, dan negara-negara berkembang rentan bencana iklim khawatir mundurnya Amerika Serikat (AS) dari badan ilmiah perubahan iklim PBB (IPCC) akan menunda asesmen perubahan iklim tahun ini. Pekan ini, rapat pleno IPCC di Hangzhou, Cina, akan mengumpulkan ilmuwan dari hampir 200 negara.

Rapat itu diperkirakan akan menghasilkan rencana asesmen perubahan iklim di masa depan. “Sangat penting kontribusi semua kelompok kerja pada Laporan Asesmen Ketujuh disiapkan tepat waktu," kata kepala iklim Uni Eropa Wopke Hoekstra dan menteri dari 17 negara termasuk Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, Kepulauan Marshall dan Guatemala dalam pernyataan bersama, Sabtu (22/2/2025).

Baca Juga

Para menteri menambahkan semua pihak berhutang keputusan yang tepat mengenai masa depan bumi pada masyarakat yang saat ini sudah terdampak bencana iklim dan pada generasi mendatang. “Pada keputusan yang) berbasis bukti dan pengetahuan terbaik yang kami miliki saat ini," katanya.

Pemerintah Presiden AS Donald Trump dilaporkan akan menahan partisipasi ilmuwan pemerintah federal AS dari IPCC. Mereka juga tidak akan menghadiri rapat pleno di Hangzhou pekan depan.

Pejabat yang mengetahui mengenai isu ini mengatakan negara-negara yang menandatangani pernyataan bersama, khawatir laporan asesmen perubahan iklim PBB yang ketujuh tidak akan selesai tepat waktu. Sebab, hasil asesmen ini akan menjadi dasar penilaian yang akan dilakukan pada tahun 2028.

Pada saat itu, hampir 200 negara akan mengevaluasi kemajuan mereka dalam mengurangi perubahan iklim. Bulan lalu, Trump juga menarik kembali AS dari Perjanjian Paris dan membatalkan dan mencabut kebijakan-kebijakan iklim mantan Presiden Joe Biden.

Sementara itu, miliuner Elon Musk yang memimpin upaya penghematan pemerintah Trump, memangkas tenaga kerja pemerintah federal, dana proyek-proyek perubahn iklim dan menyingkirkan pegawai pemerintah yang bekerja untuk ilmu iklim, keadilan iklim dan energi bersih.

Pernyataan kedua, yang diterbitkan kelompok yang terdiri atas 45 negara paling rentan bencana iklim di dunia, yang disebut Least Developed Countries,’mengatakan tidak ada alasan untuk menunda proses asesmen perubahan iklim PBB .

"Setiap kemunduran dalam masalah proses ini akan dilihat sebagai apa adanya, yaitu politisasi ilmu pengetahuan yang merugikan negara-negara rentan, masyarakat negara-negara-negara berkembang tidak mendapatkan keuntungan dari pembatasan akses terhadap ilmu pengetahuan IPCC yang tersedia secara bebas," kata kelompok negara itu.

Laporan asesmen IPCC sebelumnya menguraikan perubahan iklim drastis yang disebabkan oleh umat manusia dan perlu ada pemangkasan emisi besar-besar emisi untuk menghindari bencana lebih lanjut.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement