Jumat 28 Feb 2025 10:37 WIB

Kadin Indonesia Paparkan Empat Tantangan Investasi Energi Hijau

Investor dan pelaku usaha ketika menanamkan modal untuk proyek EBT.

Rep: Antara/ Red: Gilang Akbar Prambadi
ESG (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
ESG (ilustrasi)

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan empat tantangan investasi energi hijau di Indonesia. Keempat tantangan tersebut perlu segera diatasi agar tidak menghambat percepatan transisi energi di dalam negeri. Wakil Ketua Umum Koordinator bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar, menyebutkan tantangan pertama berupa kepastian hukum dan perbaikan regulasi.

Dalam kasus Indonesia, misalnya, tak jarang perubahan regulasi terjadi karena pergantian pemerintahan. Hal ini pun membuat ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan investor. Menurut Bobby, Kadin berharap pemerintahan baru saat ini bisa segera memperbaiki berbagai isu yang berkaitan dengan iklim investasi dan perizinan.

“Kami melihat Bapak Presiden Prabowo Subianto sudah sangat tegas, dan beliau sudah memperlihatkan komitmennya untuk penegakan hukum. Untuk mengejar investasi itu perlu perlu kepastian hukum,” kata Bobby dalam Indonesia Green Energy Investment Dialogue yang digelar oleh Kadin dan Katadata Green di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Tantangan lainnya yakni subsidi dan insentif terutama untuk sektor ketenagalistrikan dan transportasi. Menurut Bobby, harga listrik yang dihasilkan dari energi baru terbarukan (EBT) lebih mahal ketimbang dari energi fosil. Sedangkan, investor dan pelaku usaha ketika menanamkan modal untuk proyek EBT mengharapkan imbal hasil yang lebih baik.

“Masih ada gap antara kebijakan dan struktur harga keekonomian. Ini yang perlu kita cari solusinya,” ujarnya. Kadin mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan insentif bagi investasi energi hijau, terutama insentif fiskal. “Misalnya diberikan tax holiday selama 15 tahun,” ujarnya.

Dua tantangan investasi energi hijau lainnya adalah program pemanfaatan SDA untuk dana yang tersedia, serta kebijakan yang berdampak kepada keekonomian program. Dalam kesempatan yang sama, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan optimismenya tentang pertumbuhan investasi energi hijau di masa mendatang. Melalui Danantara, lanjutnya, pemerintah bakal menyuntikkan dana hingga US$20 miliar per tahun untuk membiayai berbagai proyek strategis, termasuk di sektor energi baru terbarukan (EBT). Nilai tersebut bisa bertambah dengan melibatkan investor rekanan untuk setiap proyek investasi.

“Idenya adalah untuk mengundang banyak investor untuk datang dan berinvestasi pada proyek-proyek yang layak dan, termasuk proyek-proyek yang ramah lingkungan,” kata Hashim dalam sesi Leadership Speech.

Sementara itu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, menyatakan pemerintah memprioritaskan investasi di sektor energi hijau. Pasalnya, dari potensi energi baru terbarukan sebesar 3.700 Gigawatt, saat ini pemanfaatannya baru mencapai 144 Gigawatt.

“Ini memang suatu tantangan yang besar untuk kita masuk dan serius mengelola potensinya ke depan,” katanya. “Apalagi pemerintah punya komitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.” Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, pemerintah menargetkan 72 persen dari tambahan listrik sebesar 71 Gigawatt berasal dari EBT. Di sisi lain, target bauran energi ditargetkan meningkat 2,5 kali lipat dari 14 persen pada 2024 menjadi 34,6 persen pada 2034.

Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Aryo Djojohadikusumo di Jakarta, Kamis mengatakan, tiga negara tersebut yakni Amerika Serikat (AS), China, dan Rusia.

"Dari tiga negara dan kebetulan tiga-tiganya ini melibatkan anggota Kadin," kata dia.

Dikatakannya, proposal tersebut masih dalam tahap negosiasi, namun dari pihak Amerika Serikat sudah menjalin kemitraan dengan anggota Kadin.

Selanjutnya, Aryo mengatakan, pihak Rusia sudah menyatakan bahwa perusahaan negaranya yakni Rosatom tertarik untuk menjalin kerja sama pembangunan PLTN di Tanah Air.

"Baru dua hari yang lalu secara resmi Rusia melalui Sergei Shoigu waktu beliau bertemu dengan Bapak Presiden, Rosatom berminat untuk ikut serta membangun PLTN," ujarnya pula.

Sementara itu, dikatakan dia pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan China melalui China National Nuclear Corporation (CNNC) saat lawatan Kadin ke Beijing pada November 2024.

"Tiga negara ini sudah berkomunikasi dengan kita di anggota-anggota Kadin sehingga sudah ada pembicaraan yang serius, bukan hanya China, bukan hanya Rusia, tapi juga Amerika Serikat," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement