Sabtu 31 May 2025 14:30 WIB

Indonesia Pamerkan Inisiatif Proklim di Forum BRICS

Proklim telah menjangkau lebih dari 11.000 desa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono saat menghadiri forum BRICS High Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development yang digelar di Brasil, Kamis (29/5/2025).
Foto: KLH
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono saat menghadiri forum BRICS High Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development yang digelar di Brasil, Kamis (29/5/2025).

ESGNOW.ID,  BRASILIA — Indonesia membagikan kisah sukses aksi iklim berbasis masyarakat dalam forum tingkat tinggi BRICS High Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development yang digelar di Brasil, Kamis (29/5/2025). Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menegaskan bahwa Indonesia terus meningkatkan komitmennya terhadap penanganan perubahan iklim, termasuk target ambisius menuju Net Zero Emission pada 2050.

“Presiden kami, Prabowo Subianto, juga telah mengumumkan Indonesia akan mencapai Net Zero Emission 10 tahun lebih cepat, dari 2060 menjadi 2050, atau sama seperti Brasil,” ujar Diaz saat menyampaikan pidato di hadapan para delegasi negara anggota BRICS.

Baca Juga

Ia menekankan bahwa keterlibatan masyarakat di tingkat akar rumput menjadi kunci untuk mencapai target tersebut. “Sebagai negara dengan lebih dari 83 ribu desa, Indonesia menempatkan masyarakat lokal bukan sekadar sebagai penerima manfaat, tetapi sebagai aktor utama dalam strategi perubahan iklim nasional,” tegas Diaz.

Dalam pertemuan itu, Diaz memaparkan dua program unggulan Indonesia, yaitu Desa Mandiri Peduli Mangrove dan Program Kampung Iklim (Proklim). Keduanya merupakan pendekatan berbasis masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Desa Mandiri Peduli Mangrove merupakan inisiatif Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang mendorong desa untuk secara sukarela melindungi ekosistem mangrove.

"Warga desa menerima manfaat ekonomi dari melindungi mangrove, seperti pengembangan ekowisata, silvofishery, dan akuakultur. Selain itu, program ini juga signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca,” kata Diaz.

Sementara itu, Proklim menjadi andalan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam mendorong aksi iklim di tingkat tapak. Program ini bertujuan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca.

“KLH memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap desa yang mendapat kategori Proklim. Kampung yang memiliki label Proklim ini dapat lebih mudah mendapatkan dukungan sponsor atau pendanaan dari sektor swasta melalui CSR,” jelasnya.

Diaz juga menyoroti tiga desa yang berhasil meraih rating tertinggi Proklim Lestari, yaitu Desa Tugurejo di Semarang, Muara Rapak di Balikpapan, dan Desa Bodeyan di Sukoharjo. Ketiganya dinilai berhasil menghadapi risiko perubahan iklim dengan strategi adaptasi dan mitigasi yang relevan dengan kondisi lokal.

“Masing-masing desa memiliki ancaman bencana akibat perubahan iklim, namun mereka juga memiliki langkah mitigasi dan adaptasi yang sesuai dengan kondisi serta keunggulan masing-masing,” ujarnya.

Sejak diluncurkan pada 2011, Proklim telah menjangkau lebih dari 11.000 desa dan dinilai mampu mengurangi emisi lebih dari 2,5 juta ton CO₂e.

Ketua pertemuan, Hugo do Valle Mendes, menyampaikan apresiasi terhadap pendekatan berbasis komunitas yang dijalankan Indonesia. “Semangat aksi kolektif dari masyarakat untuk mencapai ketahanan iklim yang ada pada Proklim merupakan penggambaran konkret dari mutirao (gotong royong dalam budaya lokal Brasil),” katanya.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement