“Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele,” ujar Ronisel Mambrasar, anggota Aliansi Jaga Alam Raja Ampat dikutip dari laman Greenpeace.
“Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik.”
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan pada Selasa (3/6/2025) menyatakan pihaknya akan memanggil pemegang izin tambang nikel untuk evaluasi. Namun, di tingkat lokal, pemerintah daerah merasa tak berdaya.
“Kewenangan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel berada pada pemerintah pusat di Jakarta,” kata Bupati Raja Ampat Orideko Burdam, Sabtu (31/5/2025).
Hal itu, lanjutnya, menyebabkan pemda kesulitan melakukan intervensi terhadap aktivitas tambang yang diduga mencemari hutan dan lingkungan.
Greenpeace Indonesia menilai situasi ini sebagai bukti kegagalan arah kebijakan hilirisasi nikel yang digadang-gadang pemerintah.