Senin 09 Jun 2025 14:01 WIB

Ekosistem Laut Kritis, PBB Desak Aksi Iklim Lewat UNOC 2025

Tanda-tanda kerusakan laut semakin kasatmata.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Pemutihan terumbu karang yang sangat luas terjadi di Great Barrier Reef.
Foto: abc
Pemutihan terumbu karang yang sangat luas terjadi di Great Barrier Reef.

ESGNOW.ID,  NICE — Lautan dunia berada di ambang krisis. Tekanan terhadap ekosistem laut kini tak bisa lagi diabaikan, mulai dari suhu permukaan yang terus memecahkan rekor hingga kerusakan terumbu karang di berbagai belahan bumi.

Dalam situasi darurat ini, Konferensi Kelautan PBB (UNOC) 2025 di Nice, Prancis, diharapkan menjadi momentum perubahan nyata. Wakil Sekretaris Jenderal PBB bidang Ekonomi dan Sosial Li Junhua menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi laut saat ini belum pernah terjadi sebelumnya.

“Kami berharap konferensi ini akan menginspirasi ambisi yang belum pernah terjadi sebelumnya, kemitraan yang inovatif, dan mungkin persaingan yang sehat,” kata Li, Senin (9/6/2025), dikutip dari situs resmi PBB.

Konferensi yang berlangsung dari 9 hingga 13 Juni ini mengumpulkan pemimpin dunia, ilmuwan, aktivis, hingga petinggi bisnis untuk membahas solusi terhadap krisis laut global. Fokus utamanya adalah mempercepat tindakan dan menciptakan gelombang komitmen sukarela melalui Nice Ocean Action Plan, deklarasi yang akan menjadi puncak konferensi.

Tanda-tanda kerusakan laut semakin kasatmata. Dua bulan lalu tercatat sebagai April dengan suhu permukaan laut tertinggi kedua sepanjang sejarah, menurut lembaga Copernicus dan Climate Change Service.

Sementara itu, pemutihan terumbu karang meluas ke Karibia, Samudera Hindia, hingga sebagian wilayah Pasifik. Terumbu karang, yang menjadi rumah bagi seperempat spesies laut dan menyumbang miliaran dolar bagi sektor pariwisata dan perikanan, kian terancam. Dampaknya berlapis, seperti merosotnya keanekaragaman hayati, melemahnya ketahanan pangan, serta berkurangnya daya tahan masyarakat pesisir menghadapi perubahan iklim.

PBB memperingatkan bahwa lautan telah menyerap lebih dari 90 persen panas berlebih dari emisi gas rumah kaca. Kini, daya serap itu mendekati batas. Dalam kondisi seperti ini, keterlambatan berarti kehancuran.

“Masalah seperti polusi plastik, penangkapan ikan berlebihan, hilangnya keanekaragaman hayati, pengasaman laut, dan pemanasan global semuanya terkait dengan perubahan iklim,” ujar Li.

Dengan skala krisis yang ada, UNOC 2025 bukan sekadar konferensi, tapi ujian global atas komitmen terhadap masa depan laut dan planet ini.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement