ESGNOW.ID, KABUPATEN BOGOR -- Pakar Bioteknologi Lingkungan, Firdaus Ali, mengatakan bahwa krisis air menjadi ancaman yang nyata bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, menurut dia, hingga kini Indonesia belum bisa mengelola potensi alam yang melimpah di Indonesia.
Misalnya, curah hujan yang tinggi di Indonesia seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan air minum. Namun, yang terjadi, kata Firdaus, curah hujan yang tinggi tersebut malah menjadi bencana.
"Seharusnya kan kita bisa menampung air hujan, mengelolanya, dan dimanfaatkan untuk sumber air dan bahkan untuk pertanian, agar saat musim kemarau tidak kekeringan. Tapi yang selama ini terjadi kan sebaliknya," kata dia usai mengisi seminar di Universitas Pertahanan RI, Kabupaten Bogor, Jumat (22/8/2023).
Dia mengungkapkan, hingga kini, layanan air minum perpipaan Indonesia baru mencapai 21 persen. Padahal, populasi Indonesia sangatlah besar, sehingga kebutuhan air minumnya pun sangatlah tinggi. "Saya bilang, kita terburuk pengelolaannya dibandingkan negara lain," jelas Firdaus.
Sebagai solusi, dia meminta pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk membangun infrastrukur untuk menyiapkan air di perpipaan. Supaya lebih optimal, dia meminta pemerintah untuk membentuk lembaga atau kementerian yang secara khusus mengelola sumber daya air. Selain itu, dukungan pendanaan dari pemerintah harus kuat.
Firdaus juga menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat. Dengan edukasi, itu bisa mencegah agar masyarakt tidak melakukan tindakan-tindakan brutal seperti membuang sampah ke sungai, anak sungai, atau bendungan.
"Saya kasih analogi, Jakarta ibu negara kita, 13 sungai, 76 anak sungai, 54 situ bendungan, tidak satupun dari yang satu sebutkan tadi layak jadi bahan baku air minum. Itu kan tragedi yang luar biasa. Kebiasaan masyarakat kita harus kita didik," tegas Firdaus.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diproyeksikan bahwa pada tahun 2025, seluruh bumi akan mengalami krisis air. PBB juga memperkirakan pada tahun 2030, kebutuhan air tawar global akan meningkat sekitar 40 persen lebih tinggi daripada ketersediaannya saat ini, sebagai akibat dari perubahan iklim, aktivitas manusia, dan pertumbuhan penduduk.
Setelah Cape Town yang beberapa waktu lalu mengalami krisis air bersih, sebelas kota lain yang juga terancam mengalami hal yang sama yaitu Sao Paulo, Bangalore, Beijing, Kairo, Jakarta, Moskwa, Istanbul, Mexico City, London, Tokyo, dan Miami.