Selasa 15 Apr 2025 15:51 WIB

Menteri LH Ungkap Daya Dukung Alam Kritis, Pulau Jawa di Ambang Krisis Air Bersih

Hanif juga menyoroti ancaman terhadap lahan sawah produktif.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga antre untuk mengambil bantuan air bersih di kawasan Lodan, Pademangan, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Warga antre untuk mengambil bantuan air bersih di kawasan Lodan, Pademangan, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan bahaya serius akibat ketidakseimbangan daya dukung dan daya tampung sumber daya alam, terutama air dan lahan primer di Pulau Jawa. Hanif mengungkapkan, kapasitas air bersih sebagai salah satu fokus utama rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) sudah melampaui batas maksimal, khususnya di wilayah Jawa Barat hingga Jakarta.

Kondisi itu menyebabkan daerah-daerah aliran sungai rentan terhadap bencana banjir dengan kerugian materiil triliunan rupiah serta korban jiwa puluhan orang setiap musim hujan tiba.

Baca Juga

“Daya dukung air hanya cukup menopang sekitar 109 juta jiwa sementara populasi penduduk Jawa mencapai lebih dari 157 juta jiwa,” katanya dalam Rapat Koordinasi Teknis Pengembangan SDM Lingkungan Hidup, Selasa (15/4/2025).

Ia menambahkan enam Daerah Aliran Sungai (DAS) besar seperti Cimandiri di Sukabumi hingga Cisadane di Tangerang menjadi titik rawan banjir akibat konversi kawasan lindung menjadi area non-perlindungan ekosistem sejak revisi tata ruang terakhir dilakukan oleh pemerintah provinsi setempat pada tahun 2022 lalu. Hanif mengatakan kawasan lindung ekosistem alami yang semula seluas lebih dari satu juta hektare menjadi hanya sekitar empat ratus ribu hektare saja.

Lebih lanjut ia menyoroti ancaman terhadap lahan sawah produktif atau lahan prima yang semakin banyak dialihfungsikan menjadi real estate atau kawasan industri. Padahal, produktivitas pangan tidak bisa digantikan begitu saja oleh luas lahan lain, terutama luar Pulau Jawa karena faktor geografis berbeda signifikan antara pulau-pulau besar Indonesia seperti Sumatera Sulawesi maupun Papua

“Kami minta seluruh kabupaten dan kota segera menyusun parameter daya dukung serta daya tampung baik air maupun lahan primer agar tidak terjadi kerusakan permanen terhadap ketahanan pangan nasional,” tegas Hanif.

Ia juga mendorong kolaborasi bersama akademisi perguruan tinggi setempat guna memperkuat basis ilmiah kebijakan tersebut. Ia juga mengkritik fenomena pembangunan hotel mewah atau fasilitas wisata eksklusif di puncak-puncak gunung tertentu tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat bawah kaki gunung, termasuk risiko banjir bandang berkala akibat gangguan fungsi jasa ekosistem hulu sungai

“Teman-teman penyuluh, sadarkanlah mereka yang kaya-kaya itu, yang membuat hotel, restoran cukup besar di puncak-puncak yang seharusnya hanya untuk dinikmati, tidak untuk dibangun menjadi kegiatan selain membangun kualitas lingkungan di DAS bagian hulu,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement