Selasa 21 Nov 2023 07:00 WIB

Ilmuwan Prediksi Oksigen di Bumi akan Berkurang di Masa Depan, Mengapa Bisa Terjadi?

Atmosfer akan kembali pada kondisi yang kaya metana dan rendah oksigen.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Bumi diprediksi akan kembali pada kondisi sebelum terjadinya peristiwa Great Oxidation Event sekitar 2,4 miliar tahun lalu.
Foto: nasa
Bumi diprediksi akan kembali pada kondisi sebelum terjadinya peristiwa Great Oxidation Event sekitar 2,4 miliar tahun lalu.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Untuk saat ini, kehidupan terus mengalami perkembangan pesat di planet Bumi yang kaya akan oksigen. Namun dalam penelitian terbaru, para ilmuwan memperkirakan bahwa di masa depan, atmosfer akan kembali ke kondisi yang kaya akan metana dan rendah oksigen.

Hal ini mungkin tidak akan terjadi selama satu miliar tahun lagi. Tetapi ketika perubahan ini terjadi, perubahan itu akan terjadi dengan cepat. Pergeseran ini kemudian akan membawa Bumi kembali ke kondisi seperti sebelum terjadinya peristiwa Great Oxidation Event sekitar 2,4 miliar tahun yang lalu.

Baca Juga

Selain itu, para peneliti mengatakan bahwa oksigen di atmosfer tidak mungkin menjadi fitur permanen di planet laik huni pada umumnya, yang berimplikasi pada upaya kita untuk mendeteksi tanda-tanda kehidupan lebih jauh di alam semesta.

“Pemodelan yang kami rancang memproyeksikan bahwa deoksigenasi atmosfer, dengan O2 di atmosfer yang turun ke tingkat terendah seperti kondisi Bumi purba, kemungkinan besar akan dipicu sebelum dimulainya kondisi rumah kaca yang lembab dalam sistem iklim Bumi dan sebelum hilangnya air permukaan secara ekstensif dari atmosfer," jelas para peneliti seperti dilansir Science Alert, Selasa (21/11/2023).

Pada saat itu, manusia dan sebagian besar makhluk hidup yang bergantung pada oksigen untuk bertahan hidup, akan menemui ajalnya. “Jadi mari kita berharap kita bisa menemukan cara untuk keluar dari planet ini dalam waktu satu miliar tahun mendatang,” kata peneliti.

Untuk mencapai kesimpulan itu, para peneliti menjalankan model biosfer Bumi yang terperinci, dengan memperhitungkan perubahan kecerahan Matahari dan penurunan kadar karbon dioksida yang sesuai, karena gas tersebut terurai oleh meningkatnya tingkat panas. Lebih sedikit karbon dioksida berarti lebih sedikit organisme yang berfotosintesis seperti tanaman, yang akan menghasilkan lebih sedikit oksigen.

Para ilmuwan sebelumnya telah memperkirakan bahwa peningkatan radiasi dari Matahari akan menghilangkan air laut dari permukaan planet kita dalam waktu sekitar 2 miliar tahun. Tetapi, pemodelan ini mengungkap bahwa pengurangan oksigen akan membunuh kehidupan terlebih dahulu.

"Penurunan oksigen sangat, sangat ekstrem. Kita berbicara tentang oksigen yang satu juta kali lebih sedikit daripada yang ada saat ini,” kata ilmuwan Bumi, Chris Reinhard, dari Georgia Institute of Technology.

Yang membuat penelitian ini sangat relevan dengan masa kini adalah pencarian planet layak huni di luar Tata Surya. Teleskop-teleskop yang semakin canggih mulai beroperasi, dan para ilmuwan ingin mengetahui apa yang harus mereka cari dalam data yang dikumpulkan oleh instrumen-instrumen tersebut.

Ada kemungkinan bahwa kita perlu mencari biosignatures lain selain oksigen untuk mendapatkan kesempatan terbaik dalam menemukan kehidupan, kata para peneliti. Penelitian ini merupakan bagian dari proyek NASA NExSS (Nexus for Exoplanet System Science) yang menyelidiki kelayakhunian planet-planet selain Bumi.

Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Reinhard dan ilmuwan lingkungan Kazumi Ozaki, dari Toho University di Jepang, sejarah Bumi yang kaya akan oksigen dan layak huni mungkin akan bertahan hanya 20-30 persen dari umur planet ini secara keseluruhan, dan kehidupan mikroba akan tetap ada setelah manusia tiada.

"Atmosfer setelah deoksigenasi besar ditandai dengan meningkatnya metana, rendahnya kadar CO2, dan tidak adanya lapisan ozon. Sistem Bumi mungkin akan menjadi dunia dengan bentuk kehidupan anaerobic," kata Ozaki.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement