Rabu 29 Nov 2023 17:10 WIB

Inggris Berencana Investasi Rp 18 Triliun untuk Industri Hijau

Inudstri hijau dinilai akan mempercepat manufaktur di sektor utama net zero.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Inggris mengumumkan rencana untuk menginvestasikan 1,2 miliar dolar AS untuk inudstri hijau.
Foto: www.freepik.com
Inggris mengumumkan rencana untuk menginvestasikan 1,2 miliar dolar AS untuk inudstri hijau.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Pemerintah Inggris mengumumkan rencana untuk menginvestasikan 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp 18 triliun) dalam industri hijau yang bertujuan untuk mempercepat manufaktur di sektor-sektor utama net zero. Investasi baru ini akan mendukung rantai pasokan energi bersih di seluruh Inggris, dengan investasi yang difokuskan pada berbagai bidang termasuk angin lepas pantai, jaringan listrik, nuklir, CCUS (teknologi penangkapan karbon), dan hidrogen.

Investasi ini diumumkan melalui Pernyataan Musim Gugur 2023 yang disampaikan oleh Kanselir Bendahara Inggris, Jeremy Hunt, dan merupakan bagian dari paket senilai 4,5 miliar poundsterling untuk mendukung sektor manufaktur strategis antara tahun 2025 - 2030, yang juga mencakup 2 miliar poundsterling untuk investasi Net Zero di sektor otomotif.

Baca Juga

"Investasi yang ditargetkan ini akan memastikan Inggris tetap kompetitif di sektor-sektor di mana kita sudah menjadi pemimpin dan inovatif di bidang-bidang di mana kita belum unggul. Jika digabungkan di seluruh sektor inovasi yang paling cepat berkembang, dukungan ini saja akan menarik sekitar 2 miliar poundsterling investasi tambahan setiap tahun selama dekade berikutnya,” kata Hunt seperti dilansir ESG Today, Rabu (29/11/2023).

Meskipun kelompok-kelompok investasi dan keuangan berkelanjutan menyambut baik langkah-langkah yang berfokus pada iklim dalam pernyataan tersebut, mereka mengkritik Hunt karena tidak melangkah lebih jauh dalam menanggapi kebutuhan untuk merespons paket-paket energi dan industri bersih utama yang diluncurkan oleh AS dan Uni Eropa yaitu Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act) dan Rencana Industri Hijau (Green Industrial Plan).

Kepala Eksekutif Asosiasi Investasi dan Keuangan Berkelanjutan Inggris (UKSIF) James Alexander mengatakan, ukuran dan skala komitmen yang dibuat saat ini masih jauh dari respons yang cukup komprehensif terhadap UU Pengurangan Inflasi AS, Rencana Industri Hijau Uni Eropa, dan inisiatif serupa di yurisdiksi lain.

"Jika Inggris ingin menarik modal yang dibutuhkan untuk memimpin transisi global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja dan kemakmuran ekonomi, kita harus membangun kepercayaan investor, mengatasi risiko greenwashing, dan mengatasi lebih banyak lagi hambatan investasi di Inggris. Kanselir tidak bertindak cukup jauh,” kata Alexander.

Bersamaan dengan investasi baru, Menteri Keamanan Energi Claire Coutinho meluncurkan serangkaian reformasi jaringan listrik untuk membantu mempercepat elektrifikasi. Reformasi baru ini mencakup langkah-langkah yang diharapkan dapat mengurangi separuh waktu yang dibutuhkan untuk membangun jaringan listrik tegangan tinggi dari 14 tahun menjadi 7 tahun, dan memangkas waktu penundaan rata-rata yang dihadapi proyek untuk terhubung ke jaringan listrik dari 5 tahun menjadi hanya 6 bulan.

"Kami telah menetapkan rencana paling radikal untuk memperbarui jaringan listrik sejak tahun 1950-an. Saat kami beralih dari impor yang tidak dapat diandalkan ke energi yang lebih murah dan dikembangkan di dalam negeri, kami meningkatkan jaringan listrik sehingga dapat memenuhi kebutuhan listrik kami yang terus meningkat, yang diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050,” kata Coutinho.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement