Senin 25 Dec 2023 13:50 WIB

Vaksinasi Ternak Bisa Tekan Emisi Gas Rumah Kaca

Mengendalikan penyakit hewan dengan vaksin bisa kurangi emisi hingga 16 persen.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Vaksinasi hewan untuk menekan penyakit bisa menekan emisi gas rumah kaca.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksinasi hewan untuk menekan penyakit bisa menekan emisi gas rumah kaca.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Penyakit hewan memiliki dampak yang sangat buruk terhadap produksi ternak. Pada tahun 2022 misalnya, 131 juta unggas domestik mati atau dimusnahkan akibat flu burung. Namun, kerugian akibat penyakit ternak lebih dari sekadar kekurangan kalkun untuk musim liburan. Setiap hewan yang mati karena penyakit yang dapat dicegah, juga terkait dengan emisi gas rumah kaca yang tidak dapat ditanggung oleh planet ini.

Penyakit hewan mengurangi produktivitas peternakan. Hal ini dikarenakan ternak tumbuh lebih lambat, tidak dapat mencapai target bobot atau gagal bereproduksi. Penyakit juga dapat meningkatkan tingkat kematian ternak secara drastis.

Baca Juga

Penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi, seperti demam babi klasik atau flu burung, membuat para peternak harus menggunakan lebih banyak sumber daya dan memelihara lebih banyak hewan untuk mempertahankan produksi pangan. Hal ini akan menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.

Namun, mengendalikan penyakit hewan yang umum terjadi secara efektif melalui alat seperti vaksinasi terbukti menjadi cara yang berkelanjutan untuk mengatasi perubahan iklim. Menurut penelitian baru yang dilakukan oleh Jude Capper, Professor of Sustainable Beef and Sheep Production di Harper Adams University, mengendalikan flu burung dengan vaksin akan mengurangi emisi gas rumah kaca hampir 16 persen per kilogram daging tanpa harus melakukan pemusnahan.

Menggunakan vaksin untuk mencegah penyakit juga mendukung ketahanan pangan dan mata pencaharian yang lebih baik. Sindrom reproduksi dan pernapasan babi merupakan penyakit endemik di beberapa negara termasuk AS, Cina, dan Vietnam.

“Virus ini tidak selalu membunuh babi yang terinfeksi, tetapi membatasi hasil produksi dari peternakan babi karena mempengaruhi reproduksi dan pertumbuhan. Pada kawanan babi yang terinfeksi, hingga 19 persen induk babi gagal menghasilkan anak babi dan 75 persen anak babi mati sebelum disapih,” kata Capper seperti dilansir The Conversation, Senin (25/12/2023).

Menurut Capper, setiap 100 ribu ekor babi betina yang diselamatkan dari sindrom reproduksi dan pernapasan babi akan mencegah lebih dari 420 ribu ton emisi gas rumah kaca. Ini setara dengan menyingkirkan lebih dari 230 ribu mobil dari jalan raya, dan berarti emisi gas rumah kaca per kilogram daging babi akan turun sebesar 22,5 persen.

Demikian pula, menghilangkan penyakit mulut dan kuku di tempat yang endemik (banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah di Afrika dan Asia) akan mengurangi emisi lebih dari 10 persen per kilogram produk. Penyakit mulut dan kuku sangat menular dan menyebabkan krisis bagi pertanian Inggris ketika mewabah pada tahun 2001. Penyakit ini merupakan penyebab utama penurunan produksi di seluruh dunia, meskipun tidak selalu membunuh ternak

Sementara itu, lebih dari 80 persen peternakan di negara-negara berpenghasilan rendah adalah peternakan rakyat atau peternakan di halaman belakang rumah. Peternakan jenis ini menghasilkan lebih banyak emisi gas rumah kaca per unit daging, susu, dan telur daripada peternakan komersial karena produktivitasnya yang lebih rendah.

Peternakan di negara-negara ini merupakan reservoir penyakit. Ini berarti ancaman wabah global sekaligus implikasi terkait emisi gas rumah kaca tidak akan mencapai net zero. Reservoir ini terjadi karena kurangnya pengawasan penyakit, infrastruktur, tenaga terlatih, dan obat-obatan yang tersedia untuk mendeteksi, mencatat, dan mengendalikan penyakit ternak.

“Namun demikian, pengendalian penyakit ternak endemik melalui vaksinasi dapat mengurangi risiko wabah lintas spesies dan batas wilayah. Dengan mengendalikan flu yang merupakan penyakit endemik di antara unggas di pekarangan rumah, kita dapat mengurangi emisi hingga lebih dari 11 persen dan juga membatasi risiko wabah,” jelas Capper.

Wabah dapat merusak perdagangan global, produksi, dan ketahanan pangan. Analisis ekonomi terhadap wabah demam babi Afrika di Cina menemukan bahwa pasokan daging babi yang rendah akan meningkatkan harga daging babi global antara 17-85 persen. Temuan ini juga menunjukkan bahwa permintaan yang tidak terpenuhi akan berdampak signifikan terhadap keterjangkauan harga daging lainnya.

“Vaksinasi juga membantu mengatasi ancaman resistensi antimikroba, yang menjadi ancaman besar bagi kesehatan manusia di seluruh dunia. Penelitian memperkirakan bahwa resistensi antimikroba terkait dengan sekitar 5 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2019,” ungkap Capper.

Sistem pangan sendiri, bertanggung jawab atas sepertiga emisi gas rumah kaca global. Oleh karena itu, meningkatkan kesehatan hewan akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memenuhi tantangan IPCC untuk mengurangi separuh emisi pada tahun 2030.

Pada saat yang sama, hal ini akan meminimalkan dampak lingkungan yang lebih luas dari peternakan melalui peningkatan efisiensi. Hal ini sangat penting terutama di negara-negara berpenghasilan rendah di mana ketidakmampuan untuk mengendalikan atau mengobati penyakit ternak memiliki konsekuensi yang lebih besar terhadap malnutrisi, kemiskinan, dan kesehatan manusia.

Menurut Capper, produksi pangan yang berkelanjutan menyeimbangkan tiga komponen yaitu tanggung jawab terhadap lingkungan, kelayakan ekonomi, dan penerimaan sosial. Menggunakan vaksin untuk mengurangi penyakit ternak di seluruh dunia adalah salah satu dari sedikit inovasi yang dapat memberi manfaat bagi hewan, manusia, dan planet ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement