ESGNOW.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan mematikan seperti yang terjadi di Chile bagian tengah dan menewaskan sedikitnya 133 orang, diprediksi akan semakin sering terjadi karena perubahan iklim membuat dunia semakin panas dan kering. Demikian menurut sebuah laporan World Weather Attribution yang dirilis belum lama ini.
Kebakaran ini merupakan bencana alam paling mematikan di Chile sejak gempa bumi tahun 2010 yang menewaskan sekitar 500 orang. Angin kencang dan suhu panas yang ekstrem telah membuat api cepat menjalar ke daerah-daerah berpenduduk di sekitar kota Vina del Mar dan Valparaiso.
Laporan dari World Weather Attribution, sebuah kelompok ilmuwan internasional yang mempelajari dampak perubahan iklim terhadap kejadian cuaca ekstrem, melakukan analisis lonjakan kondisi yang memicu kebakaran. Di antaranya suhu, kecepatan angin, dan kelembaban atmosfer yang diukur dengan metrik yang disebut Hot Dry Windy Index (HDWI).
Laporan tersebut menemukan bahwa pemanasan global maupun fenomena iklim El Nino tidak mendorong peningkatan HDWI selama kebakaran, karena wilayah pesisir Chile sebenarnya sedang mendingin sementara suhu di daratan memanas. Namun menurut para ilmuwan, hal ini akan berubah seiring dengan pemanasan global.
"Kami memperkirakan akan banyak kebakaran yang terjadi di masa depan," ujar Joyce Kimutai, seorang peneliti di Imperial College London's Grantham Institute dan salah satu penulis studi, seperti dilansir Reuters, Sabtu (24/2/2024).
“Namun, jika pemanasan mencapai 2 derajat Celcius, kemungkinan cuaca rawan kebakaran akan menjadi lebih parah di sekitar Vina del Mar dan Valparaiso,” kata Tomas Carrasco, peneliti di University of Chile dan salah satu penulis laporan tersebut.
PBB memperkirakan, suhu akan meningkat hingga 2,9 derajat Celcius pada abad ini berdasarkan pada janji iklim saat ini.
Para penulis laporan tersebut juga menemukan bahwa pertumbuhan kota dan perubahan penggunaan lahan merupakan faktor besar yang menyebabkan kebakaran menjadi begitu mematikan.
Mauricio Santos dari Red Cross Red Crescent Climate Centre di Kolombia mengatakan bahwa perluasan perkebunan pinus dan kayu putih telah menghancurkan sekat bakar alami selama beberapa dekade, sementara daerah perkotaan merambah hutan.
"Kami menemukan bahwa kebakaran yang paling dahsyat terjadi di daerah dengan perubahan penggunaan lahan yang signifikan dan di mana perencanaan kota tidak memadai," ujar Santos, seraya menambahkan bahwa sistem peringatan, perencanaan evakuasi dan sistem pemeriksaan kebakaran yang lebih baik sangat dibutuhkan.