ESGNOW.ID, ISTANBUL - Sebuah penelitian baru pada Kamis (4/7/2024) melaporkan bahwa 7,2 persen kematian di 10 kota besar di India disebabkan oleh polusi udara. Di New Delhi, misalnya, terdapat 12 ribu kematian dalam setahun akibat polusi udara.
Penelitian yang dilakukan The Lancet Planetary Health menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara paparan jangka pendek terhadap materi partikulat halus (PM2.5) dan tingkat kematian harian di berbagai kota di India, yang pada tahun lalu melampaui China sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia.
Dilakukan oleh berbagai tim peneliti internasional, penelitian ini adalah yang pertama dilakukan untuk menganalisa efek akut dari polusi udara terhadap kematian.
Ibu Kota India, Delhi, mengalami dampak tertinggi dengan 12 ribu kematian dalam setahun akibat polusi udara atau 11,5 persen dari total kematian. Rekomendasi negara saat ini sebesar 60 mikrogram PM2,5 per meter kubik adalah empat kali lebih tinggi dari pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Bahkan kota-kota dengan tingkat polusi lebih rendah, seperti Mumbai, Kolkata, dan Chennai, mendapati tingkat kematian tinggi. Penelitian ini menemukan peningkatan risiko kematian yang signifikan, yang menunjukkan bahwa tidak ada ambang batas aman untuk paparan PM2.5.
Hal ini sangat memprihatinkan mengingat tingkat polusi udara di banyak kota di India seringkali melebihi pedoman India dan WHO.
Sekitar 7,2 persen dari seluruh kematian harian di kota-kota yang diteliti disebabkan oleh konsentrasi PM2.5 yang melebihi pedoman 24 jam WHO, yaitu 15 mikrogram per meter kubik.
Data kematian akibat polusi udara di India ini tentu harus menjadi pelajaran bagi para pemangku kepentingan di Indonesia. Apalagi, polusi udara juga menjadi permasalahan di Tanah Air, terutama di kota besar.
Kualitas udara di DKI Jakarta pada Jumat pagi, misalnya, dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif sehingga diimbau untuk menghindari aktivitas luar ruangan. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.30 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 144, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di angka konsentrasi polutan 53 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi tersebut setara 10.6 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Indeks Kualitas Udara tersebut membuat Jakarta menduduki kota dengan kualitas udara kelima terburuk di dunia.
Di atas Jakarta, kota Medan menduduki kota dengan kualitas udara terburuk peringkat keempat sehingga membuat Indonesia memiliki dua dari lima kota teratas dengan kualitas udara terburuk di dunia. Adapun pada peringkat pertama kota dengan kualitas udar terburuk dunia, yakni Kinshasa (Kongo) di angka 179. Kemudian Lahore (Pakistan) pada peringkat kedua dengan indeks 172 dan Beijing (China) dengan indeks 170 pada peringkat ketiga.
Sejumlah wilayah di Jakarta yang tercatat memiliki kualitas udara dengan kategori tidak sehat, yakni Cilandak Barat, Kembangan dan Jeruk Purut.
Masyarakat pun direkomendasikan untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan. Kelompok sensitif juga sebaiknya mengenakan masker saat di luar ruangan, menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor serta menyalakan penyaring udara.
Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta juga mencatat bahwa kualitas udara di Jakarta secara keseluruhan untuk polusi udara PM2,5 berada pada kategori sedang dengan indeks angka 71.
Kategori sedang berarti tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan, tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika
Sejumlah wilayah yang terpantau memiliki kualitas udara sedang, yakni Bundaran HI, Kelapa Gading dan Lubang Buaya.