Kamis 14 Nov 2024 05:17 WIB

Saat COP29 Dihelat, Emisi Karbondioksida Dunia Tembus Rekor

Mayoritas emisi berasal dari pembakaran batu bara dan migas sebanyak 37,8 miliar ton

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: A.Syalaby Ichsan
Emisi karbon (ilustrasi)
Foto:

photo
Kebakaran hutan dan lahan di Trabuco Canyon, Calif, Califonia, Senin (9/9/2024). - (Jeff Gritchen/The Orange County Register via )

Emisi dari penggunaan lahan mulai turun pada periode ini, sampai tahun ini. Ketika hutan hujan Amazon mengalami kekeringan parah yang mengakibatkan kebakaran hutan hingga mendorong emisi lahan naik 13,5 persen menjadi 4,2 miliar ton.

Sejumlah ilmuwan mengatakan lambatnya kemajuan pemangkasan emisi membuat target 1,5 derajat Celsius tidak lagi realistis. Data emisi tahun ini menunjukkan bukti sejumlah negara memperluas cakupan energi terbarukan dan kendaraan listrik.

Namun kemajuan itu tidak merata karena emisi negara-negara kaya turun tapi emisi negara-negara berkembang masih naik. Masih terdapat kebuntuan mengenai siapa yang harus memimpin transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Presiden COP29 Ilham Aliyev, menuduh negara-negara Barat munafik karena menguliahi negara lain, namun tetap menjadi konsumen dan produsen utama bahan bakar fosil.

Emisi di Amerika Serikat, produsen dan konsumen minyak dan gas terbesar di dunia, diperkirakan akan turun sebesar 0,6 persen tahun ini, sementara emisi Uni Eropa akan turun sebesar 3,8 persen.

Sementara itu, emisi India tahun ini diperkirakan meningkat sebesar 4,6 persen, didorong melonjaknya permintaan listrik yang dipicu pertumbuhan ekonomi. Emisi di Cina, yang saat ini merupakan penghasil emisi terbesar di dunia dan konsumen minyak terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan naik tipis 0,2 persen.

Para penulis laporan Global Carbon Budget mengatakan emisi Cina dari penggunaan minyak kemungkinan besar mencapai puncaknya, seiring dengan meningkatnya pangsa pasar kendaraan listrik.

Emisi dari penerbangan dan pelayaran internasional tahun ini juga diperkirakan akan melonjak sebesar 7,8 persen, karena perjalanan udara terus pulih dari penurunan permintaan selama pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement