ESGNOW.ID, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 baru berada di angka 39,01 persen. Perolehan angka tersebut dihitung dengan tidak memasukkan data sampah yang masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) open dumping.
Hanif menekankan capaian pengelolaan sampah yang belum signifikan itu harus menjadi perhatian, tidak hanya bagi pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah (pemda).
“Ini angka riil yang harus membuka hati dan perasaan kita terkait dengan mandat yang diamanahkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 kepada kita sebagai pemerintah dan pemda. Tidak ada kata lain, tentu di dalam event ini menjadi sangat penting untuk kita merumuskan langkah-langkah operasional yang kemudian bisa kita eksekusi di tingkat lapangan,” kata Hanif kepada para pemimpin daerah dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Tahun 2023, Hanif menyebutkan sebanyak 21,85 persen dari timbulan sampah nasional masih diangkut ke TPA open dumping. Ke depan, dalam SIPSN, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tidak akan menghitung sampah yang diangkut ke TPA open dumping sebagai bagian sampah terkelola.
“Jadi tidak ada kemudian sampah terkelola kita masukkan open dumping. Open dumping kita anggap bahwa sampah kita tidak dan belum dikelola dengan baik dan berwawasan lingkungan. Maka capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 dengan jujur dan sedih kita sampaikan baru di angka 39,01 persen,” kata dia.
Ia menegaskan TPA open dumping sangat rentan menimbulkan pencemaran lingkungan. Kondisi ini dapat menjadi bom waktu yang jika tidak selesaikan dengan segera maka bencana seperti yang terjadi di TPA Leuwi Gajah pada 2005 dapat terulang kembali.
Hanif mengingatkan Indonesia mengalami bencana besar pada 2005 yang diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang buruk, yaitu longsornya TPA Leuwi Gajah yang memakan korban hingga 157 jiwa. Peristiwa tersebut merupakan turning pointdari perubahan pengelolaan sampah di Indonesia.
Setelah terjadinya bencana di TPA Leuwi Gajah, Indonesia telah berkomitmen untuk mengubah paradigma sistem pengelolaan sampahnya dari kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pada TPA menjadi berbasiskan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) atau ekonomi sirkular dengan mengedepankan pengurangan sampah melalui terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2008.
Ia juga mengingatkan sejumlah poin yang diamanahkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, salah satunya Pasal 5 yang menyebutkan pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.
Pemerintah, termasuk pemda, bertugas menjamin penyelenggaraan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Dalam hal ini, Hanif mengingatkan kembali tentang pentingnya peran pemda.
Kemudian, jelas Hanif, disebutkan dalam Pasal 24 penyelenggaraan pengelolaan sampah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selanjutnya, Pasal 30 disebutkan pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemda dilakukan oleh pemerintah pusat.
Namun setelah 16 tahun UU tersebut diundangkan, Hanif mengatakan pengelolaan sampah masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan dengan tuntas.
“Rapat koordinasi ini insya Allah harus membuka mata kita semua bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah ada di kita, bukan di tempat yang lain. Kita wajib merumuskan langkah-langkah operasional sehingga hari ini kami ingin bersama-sama menyatakan aksi untuk menuntaskan masalah sampah paling tidak di tahun 2025 sampai 2026,” kata Hanif.