ESGNOW.ID, AARHUS -- Penelitian yang dipublikasikan di jurnal terkemuka Nature Geoscience menunjukkan penanaman pohon di Arktik tidak seefisien yang diperkirakan sebelumnya dalam memerangi perubahan iklim. Dalam artikel berjudul "Penanaman Pohon Bukan Solusi Iklim di Lintang Utara," 12 peneliti berargumen penanaman pohon bukanlah solusi cepat untuk perubahan iklim, terutama di Arktik.
Peneliti utama dari Universitas Aarhus, Jeppe Aagard Kristensen menjelaskan ia dan rekan-rekan penelitinya tidak menentang penanaman pohon secara umum. Mereka hendak mengungkapkan kejelasan tentang kapan penanaman pohon dapat berkontribusi dalam mengatasi krisis iklim dan dianggap sebagai solusi berbasis alam.
"Solusi berbasis alam harus berkontribusi pada pendinginan iklim sambil memberikan dampak positif pada keanekaragaman hayati dan mata pencaharian lokal. Penanaman pohon di lintang tinggi tidak memenuhi kriteria tersebut," ujarnya seperti dikutip dari High North News, Jumat (27/12/2024) .
Penanaman pohon sering dianggap sebagai tindakan sederhana dan konkret dalam menghadapi krisis iklim. Banyak perusahaan menggunakan penanaman pohon sebagai bagian dari kompensasi iklim mereka.
Pohon berkontribusi dalam mengurangi perubahan iklim terutama dengan menangkap karbon. Penelitian menunjukkan penanaman pohon memiliki potensi untuk menangkap 750 miliar ton CO2.
Selain itu, pohon juga berkontribusi dalam mengurangi perubahan iklim. Sebab, pohon dapat mendinginkan lingkungan, dapat memberikan akses yang lebih baik ke air di daerah kering, dapat meningkatkan kualitas udara, bisa mengurangi erosi, dan menyaring air dan mencegah pencemaran sumber air. Kayu dari pohon juga dapat digunakan untuk memproduksi produk daur ulang dan dapat menggantikan produk lain. Selain itu produk dari kayu juga diproduksi dengan konsumsi energi fosil yang rendah
Namun, menurut organisasi iklim Earthly, agar penanaman pohon menjadi alat yang efektif dalam melawan perubahan iklim, hal itu harus dilakukan dengan benar. Jika justru spesies non-asli yang ditanam, makan mereka dapat menjadi invasif dan merusak keanekaragaman hayati daerah tersebut.
Penanaman monokultur, tambah Earthly, alih-alih hutan campuran, dapat menciptakan zona mati ekologis. Selain itu, penting untuk bekerja sama dengan komunitas lokal agar pohon-pohon tersebut dapat bertahan hidup.
Penelitian menunjukkan ada banyak faktor yang berperan ketika pohon ditanam di Arktik. Sebelumnya penanaman pohon dianggap sebagai langkah yang hanya cocok untuk iklim yang lebih hangat.Namun, perubahan iklim mendorong proyek penanaman pohon di lintang tinggi. Para peneliti percaya langkah-langkah tersebut dapat menjadi kontraproduktif dan bahkan memperburuk perubahan iklim.
Di daerah Boreal Utara dan Arktik, penanaman pohon dapat meningkatkan pemanasan akibat gelapnya permukaan, yang juga dikenal sebagai penurunan albedo. Ketika radiasi gelombang pendek (seperti sinar matahari) mengenai permukaan, sebagian diserap dan dipancarkan sebagai radiasi gelombang panjang (panas). Bagian yang dipantulkan tidak berkontribusi pada pemanasan atmosfer karena dipantulkan sebagai cahaya, bukan dipancarkan sebagai panas.
Ketika pohon ditanam di lintang tinggi, peningkatan kegelapan permukaan akan mengurangi efek penyimpanan karbon yang mungkin terjadi. Arktik sangat sensitif terhadap penurunan albedo karena musim salju dan siang hari. Dengan perubahan iklim yang menyebabkan lebih sedikit salju dan lebih banyak hujan, Arktik akan semakin sensitif terhadap penurunan albedo.
Penanaman pohon juga dapat mengganggu karbon yang sudah tersimpan di tanah. Tanah beku di Arktik menyimpan sebagian besar karbon di wilayah tersebut, dan karbon tanah sangat rentan terhadap gangguan. Oleh karena itu, penanaman pohon dapat melepaskan karbon yang tersimpan di tanah.
Selain itu, penanaman pohon secara alami meningkatkan risiko kebakaran hutan di daerah tersebut. Mengingat kebakaran hutan melepaskan karbon yang tersimpan di pohon dan memperkuat efek rumah kaca, ada risiko tinggi yang terkait dengan penanaman pohon di Arktik.