Kamis 23 Jan 2025 11:16 WIB

Sekjen PBB Desak Negara-Negara Hormati Komitmen Iklim

Institusi keuangan diminta mendukung transisi energi di negara-negara berkembang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Guterres meminta negara-negara menghormati komitmen iklim.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Guterres meminta negara-negara menghormati komitmen iklim.

ESGNOW.ID,  DAVOS -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak pemerintah di seluruh dunia menghormati komitmen iklim sebelum Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) di Brasil. Ia mendesak institusi keuangan untuk mendukung transisi energi di negara-negara berkembang.

Di World Economic Forum yang digelar di Davos, Swiss, Guterres menggambarkan kecanduan dunia pada bahan bakar fosil seperti "monster Frankenstein" yang tidak mengampuni siapa pun. Hal ini ia sampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik AS dari perjanjian iklim Paris.

Baca Juga

"Kecanduan kita pada bahan bakar fosil seperti monster Frankenstein, tidak mengampuni siapa pun. Di sekeliling kita, kita dapat melihat dengan jelas monster itu menjadi tuan," kata Guterres seperti dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (22/1/2025).

Ia menyoroti fakta 2024 merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat. Kemungkinan untuk pertama kalinya suhu bumi melampaui 1,5 derajat Celsius dari rata-rata suhu masa pra-industri.

"Kenaikan permukaan air laut, gelombang panas, banjir, kekeringan dan kebakaran hutan hanya tinjauan awal dari film horor yang akan datang," katanya.

Ia juga menegur lembaga-lembaga keuangan dan industri yang mundur dari komitmen iklim. “Saya ingin mengatakan dengan lantang dan jelas bahwa ini adalah cara pandang yang picik, dan secara paradoks, hal ini mementingkan diri sendiri dan juga merugikan diri sendiri," katanya.

Selain menarik AS dari Perjanjian Paris, satu hari setelah dilantik Trump juga berjanji untuk meningkatkan eksplorasi dan penggunaan bahan bakar fosil.

Di Davos, Guterres juga membahas kecerdasan artifisial yang berpotensi merevolusi berbagai sektor seperti sistem kesehatan, pendidikan dan respon bencana. tapi juga memperingatkan risikonya.

“Kecerdasan artifisial dapat digunakan sebagai alat membohongi. Kecerdasan artifisial dapat mengganggu ekonomi, pasar tenaga kerja, dan kepercayaan terhadap institusi, dan memiliki efek yang mengerikan di medan perang,” katanya.

Dia memperjuangkan Global Digital Compact, yang diadopsi pada bulan September lalu. Guterres menggambarkannya sebagai kerangka kerja untuk memastikan kecerdasan artifisial melayani umat manusia dan bukan merusaknya.

Kesepakatan ini menekankan akses yang adil terhadap teknologi, hak asasi manusia, dan kerja sama global untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ekspansi kecerdasan artifisial yang cepat.

“PBB berkomitmen untuk memimpin upaya ini, dan kami bekerja sama dengan pemerintah, industri, dan masyarakat sipil untuk memastikan kecerdasan artifisial menjadi alat membuka peluang, inklusi, dan kemajuan bagi semua orang,” katanya.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement