Rabu 26 Mar 2025 13:21 WIB

IESR Beberkan Kunci Tarik Investasi Energi Bersih

Pemerintah perlu mengakomodasi alokasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Mahasiswa Politeknik Negeri Kupang bersama petani setempat melakukan perawatan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mesin pompa air di persawahan Desa Pukdale, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (29/6/2024). Dua set PLTS yang masing-masing berdaya 1.200 watt peak (WP) tersebut merupakan hasil kerja sama Pertamina dengan Politeknik Negeri Kupang melalui program Desa Energi Berdikari Sobat Bumi dan saat ini menjadi sumber tenaga pompa kebutuhan air irigasi untuk delapan hektar sawah setempat.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mahasiswa Politeknik Negeri Kupang bersama petani setempat melakukan perawatan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk mesin pompa air di persawahan Desa Pukdale, Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (29/6/2024). Dua set PLTS yang masing-masing berdaya 1.200 watt peak (WP) tersebut merupakan hasil kerja sama Pertamina dengan Politeknik Negeri Kupang melalui program Desa Energi Berdikari Sobat Bumi dan saat ini menjadi sumber tenaga pompa kebutuhan air irigasi untuk delapan hektar sawah setempat.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Lembaga think-tank Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat Indonesia berkomitmen untuk mencapai nol emisi tahun 2060 atau lebih cepat. Pada 2022, Indonesia menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dolar AS yang salah satu targetnya puncak emisi 290 juta ton karbon dioksida dan bauran energi terbarukan 34 persen pada tahun 2030.

IESR mengatakan komitmen ini mencerminkan peluang investasi besar untuk mempercepat transisi energi. Ketersediaan data proyek energi terbarukan, perencanaan, dan informasi pelelangan menjadi faktor kunci dalam menarik investasi bersih.

Baca Juga

IESR mendorong ketersediaan data potensi proyek energi terbarukan sehingga dapat memantik penurunan emisi yang signifikan.

Dalam kegiatan “Diskusi Editorial Forum: Meningkatkan Optimisme PLTS dan PLTB Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi di Indonesia” pada Selasa (25/3/2025), Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo mengatakan meski potensi teknis energi terbarukan Indonesia mencapai lebih dari 3.700 GW, pemanfaatannya, terutama PLTS dan PLTB masih jauh dari optimal.

Melalui kajian terbarunya "Unlocking Indonesia’s Renewable Future" IESR menganalisa potensi proyek energi terbarukan berdasar regulasi tarif yang berlaku saat ini, seperti Perpres No. 112/2022 serta ketersediaan infrastruktur jaringan listrik seperti gardu induk dan transmisi. Kajian ini mengidentifikasi potensi pengembangan proyek energi terbarukan hingga 333 GW, yang dapat dipasok oleh PLTS, PLTB dan PLTM.

“Melihat potensi ini, tentu saja ada kontradiksi dengan realitas pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa kita bisa bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan energi terbarukan ini, khususnya PLTS dan PLTB,” kata Deon seperti dikutip dari pernyataan IESR, Rabu (26/3/2025).

Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR Pintoko Aji mengungkapkan 333 GW potensi pengembangan energi terbarukan terdiri atas PLTB daratan (onshore) (167 GW), PLTS di daratan (ground-mounted) (165,9 GW), dan PLTM (0,7 GW). Angka tersebut didapatkan dari hasil simulasi finansial dan skema private-public partnership pada 1.500-an lokasi yang berpotensi secara teknis.

Dari jumlah tersebut, 205,9 GW atau sekitar 61 persen dari total potensi yang layak secara finansial diindikasikan memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return/EIRR di atas 10 persen, yang menunjukkan potensi investasi yang menjanjikan.

“Misalnya saja sumber daya minihidro banyak di wilayah Sumatera, sementara potensi tenaga angin terbesar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di sisi lain, energi surya memiliki potensi menjanjikan di wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk mewujudkan potensi ini, pembangunan infrastruktur yang mendukung, terutama dalam hal transmisi dan distribusi energi, sangat diperlukan,” kata Pintoko.

IESR mendorong pemerintah untuk mengakomodasi alokasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan dalam perencanaan tata ruang daerah, menyederhanakan proses pengadaan lahan untuk mengurangi risiko investasi, serta menetapkan target spesifik per daerah dalam pemanfaatan energi terbarukan.

Sementara untuk mengakomodasi integrasi lokasi energi terbarukan dengan potensi keuntungan tinggi, PLN dapat menyusun perencanaan serta perluasan jaringan ke lokasi-lokasi yang teridentifikasi tersebut dan reformasi mekanisme pengadaan.

Sedangkan untuk menentukan skala prioritas pengembangan energi terbarukan, IESR mendorong pengembang untuk memprioritaskan proyek dengan potensi keuntungan tinggi dan mengoptimalkan desain serta perencanaan keuangan.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement