Sidi menyampaikan, kolaborasi ini merupakan contoh nyata kerja sama global yang berbasis kepedulian terhadap komunitas akar rumput. Dia meyakini bahwa perubahan iklim yang notabene merupakan tantangan besar hanya bisa diatasi dengan jalur kolaborasi.
“Kami percaya, perubahan iklim adalah tantangan besar yang hanya bisa diatasi bersama. Konsorsium ini menunjukkan bagaimana akademisi, sektor swasta, dan komunitas dapat bersatu, saling belajar, dan saling menguatkan,” ujar Sidi.
Lebih lanjut, Sidi menekankan pentingnya menempatkan petani sebagai aktor utama, bukan objek pembangunan. Menurut Sidi, inisiatif justru datang dari komunitas lokal, bukan dari para begawan yang berada di menara gading.
“Inisiatif ini tidak datang dari atas, tetapi berangkat dari suara, kebutuhan, dan kekuatan komunitas lokal. Mereka bukan hanya sekadar menerima manfaat, tapi mereka juga yang akan memimpin kita ke arah perubahan,” tutur Sidi.
Peluncuran konsorsium ini menunjukkan bahwa Indonesia mengambil langkah penting dalam membangun masa depan pertanian yang lebih tangguh terhadap krisis iklim. Masa depan tersebut tidak lagi menjadi harapan jauh, tetapi sedang dirintis hari ini—dengan ilmu, solidaritas, dan keberpihakan pada rakyat kecil.