Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai instrumen pendanaan hijau, seperti suku hijau masih cukup menarik bagi investor institusional. Penyebabnya, terdapat persepsi risiko kredit yang jauh lebih rendah terhadap green bonds atau sukuk hijau dibandingkan obligasi konvensional.
Lalu, penerbitan serta pembelian green bonds dan green sukuk juga dapat menambah nilai bagi perusahaan penerbit dan investor sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan aktivitas ekonomi yang berwawasan lingkungan.
"Dengan risiko lingkungan yang bisa dimitigasi maka perusahaan penerbit green bond mendapat persepsi yang lebih baik dibanding peers," kata Bhima.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI baru saja menerbitkan instrumen ESG sukuk pertama di Indonesia berupa Sustainability Sukuk BSI atau Sukuk Mudharabah Keberlanjutan. Dengan langkah strategis ini, BSI mendorong transisi menuju ekonomi hijau melalui implementasi instrumen keuangan syariah yang fokus terhadap penerapan prinsip ESG.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pada tahap pertama, BSI mendapatkan izin dari OJK melalui POJK No. 18 Tahun 2023 untuk menerbitkan sukuk sebanyak-banyaknya sebesar Rp 3 triliun. Sustainability Sukuk dalam mata uang Rupiah ini ditawarkan dalam Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) dan diharapkan dapat memberikan kisaran imbal hasil 6,40- 7,20 persen untuk jangka waktu 1, 2 dan 3 tahun.
"Kehadiran Sukuk Sustainability ini merupakan inovasi yang dapat memperkaya instrumen keuangan syariah di Indonesia," tutur Hery Gunardi.
Menurut dia, inovasi ini masuk kategori instrumen yang mengedepankan keberlanjutan ekonomi sekaligus kontribusi BSI pada upaya mitigasi perubahan iklim dan mewujudkan pembangunan ekonomi hijau, serta senantiasa memberikan manfaat kepada umat.
BSI melihat pasar obligasi hijau global dalam beberapa tahun terakhir berkembang pesat dan membaca peluang untuk turut mengembangkan instrumen baru tersebut untuk membiayai proyek-proyek keberlanjutan melalui penerbitan Sukuk Sustainability. BSI juga akan mengatur pengelolaan dan penggunaan dana, evaluasi dan seleksi proyek serta pengelolaan hasil dan mekanisme pelaporannya.
Hery menjelaskan, Sukuk Sustainability menggabungkan kegiatan usaha ramah lingkungan dan berwawasan sosial sehingga mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan, sekaligus dapat mendorong pencapaian target kontribusi pembiayaan berkelanjutan yang ditentukan secara nasional.
Sukuk ESG diharapkan dapat diserap investor institusi dan ritel termasuk kalangan muda termasuk Gen-Z. "Instrumen ini dapat dimiliki mulai dari Rp 5 juta per unit sehingga terjangkau oleh kaum muda yang baru belajar investasi," tutup Hery.
Per posisi Maret 2024, portofolio pembiayaan berkelanjutan di BSI mencapai Rp 59,19 triliun yang terbagi atas kategori KUBL (kegiatan usaha berwawasan lingkungan) sebesar Rp 12,57 triliun dan KUBS (kegiatan usaha berwawasan sosial) sebesar Rp 46,62 triliun.