ESGNOW.ID, SEMARANG — Hutan mangrove lebih dari sekadar pemandangan indah. Hutan mangrove menyimpan peran penting dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan di sekitarnya.
Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove terbesar nomor satu di dunia dengan luas sekitar 3,36 juta hektare. Di posisi dua ada Brasil dengan 1,3 juta hektare dan Nigeria dengan 1,1 juta hektare.
Namun, kekayaan hutan mangrove Indonesia menghadapi berbagai ancaman seperti alih fungsi lahan, penebangan liar, dan pencemaran. Sebagai negara dengan hutan mangrove terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi dan melestarikannya.
Upaya pelestarian hutan mangrove terus dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak, salah satunya seperti yang dilakukan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF). Untuk ikut memeriahkan peringatan Hari Mangrove Sedunia yang diperingati setiap 26 Juli, BLDF mengajak mahasiswa dan mahasiwi yang tergabung dalam gerakan Siap Sadar Lingkungan (Darling) mengenal budi daya dan penanaman mangrove. Kegiatan lokakarya Kopi Darling (Kopdar) bertajuk “Mengenal Lebih Dekat Peran Mangrove dalam Menjaga Ekosistem Pesisir dan Laut” ini digelar di Semarang pada Rabu (24/7/2024).
Director Communications BLDF Mutiara Diah Asmara mengatakan pihaknya sangat menyadari pentingnya ekosistem mangrove untuk menahan hempasan ombak dan angin serta melindungi pantai di sekitarnya. “Tujuan penenaman mangrove ini untuk melindungi garis pantai dan halangi banjir, erosi, dan dampak bencana alam. Kita harus bangga karena Indonesia punya hutan mangrove terluas sedunia,” ujarnya pada Rabu (24/7/2024).
Mutiara mengatakan kegiatan ini sengaja melibatkan generasi muda. “Kami mengajak anak muda melakukan aksi nyata dan menyerukan konten positif ke dunia digital bahwa dunia adalah milik kita yang harus kita lestarikan,” kata dia.
Dalam lokakarya ini, hadir satu sosok yang sangat berjasa bagi budi daya mangrove di Semarang yaitu Sururi. Sururi dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Kalpataru 2024 pada kategori Perintis Lingkungan.
Penghargaan tertinggi bagi para pahlawan lingkungan ini diterima Sururi atas jerih payahnya membudidayakan dan melestarikan mangrove selama hampir 30 tahun di kawasan Mangkang, Jawa Tengah. Penghargaan itu diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo kepada Sururi pada 24 Juni 2024.
Acara Kopdar kali ini diselenggarakan di dekat lokasi pembibitan mangrove yang dikelola Sururi sejak 1997. Tujuannya, agar peserta dapat melihat secara langsung dampak ekologis mangrove yang menjadikan area pesisir lebih tahan abrasi dan banjir rob.
Sururi bercerita, dahulu jarak pesisir laut dengan perumahan penduduk hanya 600 meter. Setiap kali ombak datang, ada ketakutan bahwa suatu saat tempat tinggal mereka tidak lagi berada di tempatnya.
Dia mengatakan dampak abrasi juga berdampak langsung pada perekonomian warga setempat. Abrasi membuat nelayan sulit mencari ikan sebagai mata sumber pencaharian.
Menurut dia, tahun 1997 menjadi momen terberat karena abrasi hampir masuk ke permukiman warga. Warga di Mangkang tempat Sururi tinggal pun sudah banyak yang meninggalkan pekerjaan nelayan menjadi kuli bangunan.
Hal itulah yang membuat Sururi bertekad menanam mangrove. “Saya ada tekad yang penting kampung ini tidak mengalami abrasi berlebihan,” ujarnya.
Impian dan jerih payah sururi berbuah manis. Kini, jarak pesisir laut ke permukiman warga bertambah menjadi sekitar 1,4 km.
Manfaat lain juga menyasar sisi ekonomi. Hutan mangrove menjadi habitat bagi fauna seperti kepiting, udang, ikan, dan burung kuntul perak sebagai fauna khas Semarang. Terdapat juga bermacam-macam produk turunan yang bisa dihasilkan dari mangrove, mulai dari tinta batik hingga ragam bahan makanan. Ini membuktikan bahwa manfaat mangrove sangat luas cakupan manfaatnya.
Sururi mengatakan sebagai tanaman kaya manfaat, mangrove dapat tumbuh alami di pesisir. Namun, tingkat harapan hidupnya rendah karena pengaruh pasang-surut air laut. Untuk itu, menurut dia, perlu upaya bersama seperti melalui lokakarya ini, untuk menjaga ekosistem mangrove tetap lestari.
“Saya harap, apa yang saya perjuangkan ini dapat menginspirasi generasi muda untuk regenerasi sebagai pelestari mangrove,” ujar Sururi.
Guru Besar Manajemen Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro Prof Sudharto P Hadi mengatakan mangrove memiliki manfaat ekologi dan ekonomi. “Mangrove bisa jadi sabuk pantai dan penangkal gelombang, habitat fauna air, tambak yang dulu rusak bisa benar lagi, udang dan bandeng bisa dikembangbiakkan lagi. Bisa juga jadi tempat wisata, tempat memancing,” ujarnya.
Mahasiswi Universitas Diponegoro yang ikut menanam mangrove, Laili, mengatakan ada sekitar 3.000 bibit mangrove yang ditanam para peserta. Menurut dia, tantangan ketika menanam mangrove adalah medannya. Para peserta harus turun ke laut di kawasan Ekowisata Mangrove dengan menggunakan baju khusus wadercoat dan sepatu boot, dengan air laut setinggi dada.
“Yang susah itu turunnya, kan itu berat ada lumpur-lumpur di bawah,” ujarnya.