Senin 03 Mar 2025 15:39 WIB

KKP Kelola Ekosistem Perikanan Darat Kritis

Perikanan darat harus dikelola dengan bijak.

Rep: Muhammad Nursyamsi / Red: Satria K Yudha
Pembudidaya menjaring ikan saat acara panen raya ikan nila di Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (3/10/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Pembudidaya menjaring ikan saat acara panen raya ikan nila di Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (3/10/2024).

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Perikanan darat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan menjadi sumber mata pencarian bagi jutaan masyarakat. Namun, ekosistem air tawar yang menjadi tulang punggung sektor ini menghadapi ancaman serius akibat eksploitasi berlebihan, degradasi lingkungan, dan perubahan iklim. 

Menjawab tantangan tersebut, Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan dukungan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF), telah menginisiasi proyek IFish, sebuah program perikanan darat terbesar di Indonesia yang berlangsung sejak 2017 hingga 2024.

"Selama tujuh tahun, IFish berhasil mengembangkan 15 kebijakan nasional dan regional yang mengatur lebih dari 11.800 kilometer persegi ekosistem air tawar kritis di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera," ujar Kepala BPPSDM KP, I Nyoman Radiarta dalam keterangan tertulis dikutip pada Senin (3/3/2025).

Radiarta mengatakan proyek ini juga memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah demonstrasi dengan target spesies bernilai tinggi, yaitu sidat di Jawa (Cilacap dan Sukabumi), arwana dan perikanan beje di Kalimantan (Barito Selatan dan Kapuas), serta belida di Sumatra (Kampar). Radiarta menjelaskan IFish mengintegrasikan sains dengan praktik lapangan untuk menghadirkan solusi nyata. 

"Program ini mengembangkan sistem pemantauan berbasis masyarakat untuk meningkatkan akurasi data perikanan, serta menginisiasi forum multi-sektor yang melibatkan pemerintah daerah, akademisi, LSM, kelompok masyarakat, dan sektor swasta dalam pengambilan keputusan," ucap Radiarta. 

Radiarta mengatakan pendekatan berbasis komunitas juga menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Lebih dari 10.500 masyarakat lokal telah mendapatkan pelatihan dalam akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, serta pengolahan pasca-panen termasuk ditetapkannya standar nasional kompetensi Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) perairan darat, budi daya arwana, pengelolaan dan pemanfaatan sidat. 

"Salah satu pencapaian signifikan adalah pengesahan sistem pengelolaan perikanan adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau, yang menerapkan zona larangan tangkap untuk melindungi stok ikan," lanjut Radiarta. 

Radiarta menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif. Radiarta menyebutkan perikanan darat Indonesia adalah sumber daya yang harus dikelola dengan bijak. IFish, lanjut dia, telah menunjukkan keterlibatan aktif masyarakat dan pendekatan berbasis sains dapat menciptakan pengelolaan yang lebih berkelanjutan. 

"Ke depan, kami akan terus memperkuat sinergi lintas sektor agar manfaat dari proyek ini dapat diperluas ke wilayah lain," kata Radiarta. 

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan keberlanjutan perikanan darat harus menjadi prioritas nasional. Trenggono menyampaikan perikanan darat bukan hanya tentang produksi, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan masyarakat.

"IFish telah membuktikan pengelolaan berbasis sains, inovasi, dan kearifan lokal dapat menjadi solusi efektif. Kami akan terus mendorong kebijakan yang mendukung perikanan darat yang lestari dan berdaya saing," kata Trenggono. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement