ESGNOW.ID, JAKARTA — Lebih dari 60 persen sampah di Indonesia tidak dikelola secara layak. Sebagian besar masih dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terbuka, mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memperingatkan bahwa krisis persampahan nasional telah mencapai titik kritis dan tak bisa lagi diabaikan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah nasional pada 2023 mencapai 56,63 juta ton. Namun, hanya 39,01 persen atau sekitar 22,09 juta ton yang berhasil dikelola secara layak. Sementara itu, sisanya dibuang tanpa proses pemilahan maupun pengolahan, menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara.
Dari total 550 TPA di Indonesia, sebanyak 343 unit masih dalam pengawasan karena menerapkan praktik pembuangan terbuka. Banyak TPA juga telah melebihi kapasitas tampung, memperparah kondisi darurat ini.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, mengingatkan bahwa sebagian besar sampah yang tidak dikelola itu adalah sampah plastik. “Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen dari total sampah nasional merupakan plastik,” kata Hanif dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025 di Jakarta International Convention Center, Ahad (22/6/2025).
Sayangnya, tingkat daur ulang nasional baru mencapai 22 persen. KLH/BPLH mencatat Jawa memiliki tingkat daur ulang tertinggi (31 persen), diikuti Bali-Nusra (22,5 persen) dan Sumatera (12 persen), sementara Indonesia Timur masih menghadapi tantangan besar dalam sistem pengelolaan sampah.
Sebagai bagian dari solusi, KLH/BPLH memperkenalkan Konsep Baru Adipura. Jika sebelumnya penilaian hanya berbasis estetika dan kebersihan, kini indikator diperluas mencakup kelembagaan, pemilahan dari sumber, serta kepatuhan terhadap pelarangan open dumping. Kota-kota yang masih membuang sampah secara terbuka secara otomatis gugur dari penilaian Adipura.
KLH/BPLH juga tengah merevisi Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 guna mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi (PSEL). Revisi ini akan memperkuat dukungan pemerintah pusat, termasuk pendanaan APBN, percepatan izin, dan jaminan pembelian listrik dari hasil pengolahan sampah.
“Tahun 2029 harus menjadi tonggak tercapainya target pengelolaan sampah 100 persen. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Ini bukan hanya tugas KLH/BPLH, tetapi seluruh elemen bangsa,” tegas Hanif.
Rakornas 2025 juga mempertemukan pemda dan pelaku industri melalui forum business matching untuk memperkuat rantai pasok daur ulang. Sejumlah offtaker dari industri semen (RDF), plastik daur ulang (ADUPI), kertas (APKI), hingga pengusaha magot untuk limbah organik turut berpartisipasi.
Deputi PSLB3 KLH/BPLH, Ade Palguna, menambahkan bahwa Rakornas ini merupakan kelanjutan dari komitmen kepala daerah dalam pengelolaan sampah. Pemerintah daerah diimbau segera menyusun peta jalan, mempercepat sanksi administratif, dan memperkuat kelembagaan daerah.
Rakornas juga menjadi bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup 2025. Selain diskusi panel, agenda meliputi peluncuran Adipura baru, pameran teknologi pengelolaan sampah, serta forum kolaborasi lintas sektor untuk mendorong langkah nyata menuju Indonesia bersih, sehat, dan berkelanjutan.