Rabu 06 Nov 2024 09:35 WIB

Indonesia Harus Percepat Dekarbonisasi untuk Jaga Daya Saing

Konsumsi energi yang tinggi menyebabkan emisi sektor industri meningkat.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Petugas PLN melakukan inspeksi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang berada di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Foto: PLN
Petugas PLN melakukan inspeksi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang berada di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Peningkatan komitmen global untuk mitigasi perubahan iklim mendorong standar keberlanjutan yang lebih tinggi di perdagangan internasional. Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan, untuk menjaga daya saing produk domestik, pemerintah perlu mempercepat transisi energi ke energi terbarukan dan dekarbonisasi di sektor industri.

Saat ini, kawasan Uni Eropa memperkenalkan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang dijadwalkan berlaku secara resmi pada 2026. Melalui penerapan kebijakan ini, maka produk yang mempunyai jejak karbon tinggi akan dikenakan pajak tambahan. 

Beberapa komoditas yang pasti terdampak dari aturan CBAM ini adalah semen, pupuk, listrik, besi dan baja, dan aluminium. Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo yang ditemui pada kesempatan terpisah di Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 menjelaskan, pada 2022 konsumsi energi di Indonesia didominasi oleh sektor industri sebesar 43,90 persen.

Konsumsi energi yang tinggi ini menyebabkan emisi sektor industri meningkat hingga 30 persen, mencapai 400 juta ton setara karbon dioksida, dibandingkan tahun 2021. Deon menyatakan bahwa tanpa upaya dekarbonisasi untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2050, emisi sektor industri bisa meningkat dua kali lipat.

“Dekarbonisasi kebutuhan energi panas industri dapat memangkas emisi secara signifikan, sehingga mengurangi jejak karbon sektor industri dan meningkatkan daya saing produk domestik," kata Deon dalam pernyataan IESR, Selasa (5/11/2024).

Ia menambahkan, saat ini lebih dari 60 persen pelaku industri bersedia melakukan dekarbonisasi. Dengan syarat pemerintah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menciptakan lapangan tanding yang setara (level of playing field).

Deon menambahkan pemerintah sedang menyusun peta jalan dekarbonisasi untuk sektor industri di Indonesia. IESR turut berperan dalam kajian peta jalan ini, terutama untuk industri ringan seperti tekstil, makanan dan minuman, otomotif, keramik, dan kaca.

Menurut Deon, selain menyusun peta jalan dekarbonisasi, pemerintah perlu menetapkan strategi untuk menjadikan transisi energi dan dekarbonisasi sebagai bagian pertumbuhan industri, melihat ada potensi perubahan pasar seperti penggunaan ammonia sebagai bahan bakar pupuk maupun juga untuk energi.

Dalam sesi “Shifting Indonesia Economy and Industry Amidst Energy Transition” Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Dewan Pakar Prabowo-Gibran, Ning Wilawati mengakui bahwa industri perlu didukung pertumbuhannya untuk mewujudkan cita-cita Presiden mencapai pertumbuhan delapan persen. Dukungan yang diberikan dapat berupa penyediaan energi dengan biaya kompetitif dan lebih bersih untuk operasi industri.

IETD 2024 merupakan IETD yang ketujuh semenjak pertama kali diadakan pada 2018. IETD 2024 berlangsung pada 4-6 November 2024 dengan tema “Mewujudkan Transisi Energi yang Berkeadilan dan Tertata”. IETD 2024 melalui 11 sesi dengan ragam topik dan format, menghadirkan 50 pembicara, panelis dan moderator nasional dan internasional.

Hasil dari IETD 2024 akan dirangkum dan dijadikan rekomendasi bagi pemerintah Prabowo-Gibran dalam menjalankan transisi energi yang berkeadilan dan mencapai tujuan kemandirian energi dalam lima tahun ke depan. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement