Sabtu 17 May 2025 06:00 WIB

Kemenhut Pastikan Hutan Primer tak Dibuka untuk Ketahanan Pangan

Penggunaan lahan difokuskan pada kawasan yang tidak produktif.

Red: Satria K Yudha
Seorang warga mengamati pohon Binuang Laki berukuran besar di Hutan Hujan Tropis Kahung, Desa Belangian, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Rabu (21/8/2024). Hutan tersebut  memiliki keanekaragaman hayati khas Pegunungan Meratus seperti pohon Binuang Laki, Beringin yang berukuran besar dan aneka jenis jamur serta terdapat fenomena kejadian bumi (geologi) yang telah ditetapkan menjadi salah satu situs Geopark Meratus untuk diajukan ke UNESCO Global Geopark (UGG).
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Seorang warga mengamati pohon Binuang Laki berukuran besar di Hutan Hujan Tropis Kahung, Desa Belangian, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Rabu (21/8/2024). Hutan tersebut memiliki keanekaragaman hayati khas Pegunungan Meratus seperti pohon Binuang Laki, Beringin yang berukuran besar dan aneka jenis jamur serta terdapat fenomena kejadian bumi (geologi) yang telah ditetapkan menjadi salah satu situs Geopark Meratus untuk diajukan ke UNESCO Global Geopark (UGG).

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan bahwa lahan yang digunakan untuk mendukung target ketahanan pangan nasional bukan berasal dari hutan primer. Penggunaan lahan difokuskan pada kawasan yang tidak produktif atau tidak lagi memiliki tutupan hutan.

“Misalnya semak belukar atau hutan sekunder, itu yang dimanfaatkan. Jadi bukan membuka hutan primer lalu dilakukan land clearing untuk pangan,” kata Penasihat Senior Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Kemenhut, Ruandha Sugardiman, dalam kegiatan Journalist Workshop on Indonesia FOLU Net Sink 2030 di Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Baca Juga

Ruandha menjelaskan, wacana pemanfaatan 20 juta hektare lahan untuk mendukung ketahanan pangan, energi, dan air akan dilakukan bertahap dan tidak dalam bentuk pembukaan lahan secara masif. Lahan yang digunakan akan berasal dari wilayah tak produktif, tanah kosong, atau semak belukar dengan status hutan sekunder.

“Yang membuka hutan secara utuh saya kira hanya beberapa persen saja, tidak sampai lima persen,” ujarnya.

Jika pun ada pembukaan lahan, kata Ruandha, prosesnya akan melalui mekanisme ketat, termasuk analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang pengawasannya berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). “Tim AMDAL KLH akan memperketat semua proses, supaya lahan yang dialokasikan untuk pangan betul-betul produktif dan tepat guna,” jelasnya.

Kemenhut juga memastikan bahwa setiap potensi pembukaan lahan akan diimbangi dengan penanaman pohon di kawasan lain untuk mendukung target Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Target ini menekankan agar pada 2030 sektor kehutanan mampu menyerap emisi lebih banyak daripada yang dihasilkannya.

“Dengan begitu, Indonesia bisa mencapai net zero deforestasi, artinya tidak ada penambahan luas deforestasi,” kata Ruandha.

sumber : Antara
Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement