Sabtu 09 Aug 2025 18:08 WIB

Tanpa UU, Masyarakat Adat Terancam Kehilangan Tanah dan Kedaulatan Pangan

Tanpa UU Masyarakat Adat, potensi konflik dan perampasan tanah akan terus terjadi.

Red: Satria K Yudha
Ribuan masyarakat adat dari berbagai etnis, budaya, agama dan kepercayaan dari sejumlah daerah di Indonesia berkumpul dalam acara adat tahunan Ngertakeun Bumi Lamba di kawasan Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Ahad (22/6/2025). Dalam acara yang bertajuk Ngasuh Ratu Ngayak Menak, Ngaraksa Mandala Makuan Nagara ini peserta melakukan doa bersama untuk kedamaian dan keselamatan bangsa.
Foto: Edi Yusuf
Ribuan masyarakat adat dari berbagai etnis, budaya, agama dan kepercayaan dari sejumlah daerah di Indonesia berkumpul dalam acara adat tahunan Ngertakeun Bumi Lamba di kawasan Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Ahad (22/6/2025). Dalam acara yang bertajuk Ngasuh Ratu Ngayak Menak, Ngaraksa Mandala Makuan Nagara ini peserta melakukan doa bersama untuk kedamaian dan keselamatan bangsa.

ESGNOW.ID,  LEBAK — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan urgensi pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat demi melindungi hak, wilayah, dan kedaulatan pangan masyarakat adat. Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengingatkan bahwa tanpa payung hukum nasional, keberadaan masyarakat adat dan kelestarian lingkungan terancam.

“Kita sudah berjuang 14 tahun lalu hingga kini belum disahkan RUU Masyarakat Adat,” kata Rukka saat peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2025 di Kasepuhan Guradog, Kabupaten Lebak, Sabtu (9/8/2025).

Baca Juga

Rukka menilai UU Masyarakat Adat akan menjadi instrumen penting untuk menjaga hutan, ekosistem, adat istiadat, dan identitas bangsa. Ia berharap kehadiran tiga partai besar di acara HIMAS, yaitu Partai Gerindra, PDI Perjuangan, dan Partai Golkar, dapat mempercepat langkah DPR mengesahkan RUU tersebut.

“Kami berharap tiga parpol besar itu dapat menyampaikan ke DPR RI di Senayan untuk mensahkan RUU Masyarakat Adat,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat adat di Papua dan Kalimantan telah menjaga hutan-hutan terbaik dan ekosistem penting, namun wilayah mereka kerap dikonversi untuk food estate. Padahal, masyarakat adat memiliki sistem kedaulatan pangan sendiri yang diwariskan nenek moyang, serta hak untuk menentukan nasibnya.

“Masyarakat adat di manapun berada, mereka mengelola dan menggarap tanah adat untuk kedaulatan pangan,” kata Rukka.

Ketua Pengurus Wilayah AMAN Jambi Endang Kuswardani mengatakan, UU Masyarakat Adat akan memberikan kewenangan otonomi yang memperkuat kesejahteraan masyarakat adat.

Ia menyoroti diskriminasi yang dialami anak suku dalam di wilayahnya akibat dipaksa keluar dari kawasan hutan yang dikelola perusahaan perkebunan.

“Kami meyakini dengan adanya RUU Masyarakat Adat dipastikan sepenuhnya dikelola oleh masyarakat adat setempat,” ujarnya.

Sementara itu, Dewan Mahkamah Wilayah Maluku Utara Novenia Ambeua menegaskan, tanpa UU Masyarakat Adat, potensi konflik dan perampasan tanah akan terus terjadi. Payung hukum ini, menurutnya, akan menjamin rasa keadilan dan memberikan otonomi luas kepada masyarakat adat dalam mengelola lahannya.

“Kami berharap DPR bisa mengesahkan RUU Masyarakat Adat, sehingga terlindungi kehidupan masyarakat adat dan tidak terjadi konflik,” kata Novenia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement